TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menko Mahfud: Pelaku Hubungan Sesama Jenis Bisa Dipidana di RKUHP

Di RKUHP hal itu diatur di dalam perbuatan cabul

Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, Mahfud MD menegaskan bahwa pelaku hubungan sesama jenis atau yang kerap disebut kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) tetap bisa dipidana di dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Mereka terancam pidana di bagian tindak pidana kesusilaan dan hubungan seks sesama jenis. Hal itu merujuk ke naskah RKUHP yang pernah dirilis pada 2019 lalu. 

Pernyataan Mahfud itu disampaikan kembali ke publik di media sosial, sebab warganet menepis argumen mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. Warganet itu mengutip pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward O.S Hirariej, bahwa di dalam RKUHP tidak ada pasal yang mengatur larangan LGBT. 

"Pernyataan Wamen itu benar, (pernyataan) saya juga benar. Di RKUHP memang tidak ada kata LGBT. Tapi, ada ancaman bagi pidana kesusilaan dan hubungan seks sesama jenis di dalam situasi dan cara. Begitu juga kata maling di RKUHP tidak ada. Tetapi, di sana diatur perbuatan mengambil barang orang lain secara melanggar hukum dan seterusnya," demikian cuit Mahfud di akun media sosialnya, Selasa (24/5/2022). 

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh anggota komisi III dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani. Ia mengatakan di dalam naskah RKUHP tidak mengatur pidana terhadap kelompok LGBT. Yang ada, kata Arsul, hanya mengatur perbuatan cabul baik yang dilakukan oleh sesama jenis maupun berbeda jenis di luar hubungan pernikahan. 

Apa ancaman sanksi pidana bagi individu yang dianggap telah melakukan perbuatan cabul di luar status hubungan pernikahan? Kapan RKUHP ditargetkan bakal disahkan oleh parlemen?

Baca Juga: Perkosaan Tak Masuk UU TPKS, Diharapkan Jadi Terobosan di RKUHP

1. Pelaku perbuatan cabul di depan umum terancam pidana bui 1 tahun dan 6 bulan

ilustrasi borgol (IDN Times/Mardya Shakti)

Berdasarkan naskah RKUHP yang pernah dipublikasikan ke publik pada 2019 lalu, aturan baru itu terdiri dari 628 pasal. Sementara, perbuatan yang dianggap cabul diatur di dalam pasal 420. Di ayat 1 berbunyi "setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sesama jenis kelaminnya dipidana penjara paling lama satu tahun enam bulan bila melakukan itu di depan umum. Atau dikenakan pidana denda paling banyak kategori III."

Di pasal itu juga diatur pidana bagi pelaku perbuatan cabul bila melakukannya secara paksa dengan menggunakan tindak kekerasan atau ancaman kekerasan. Maka, pelaku bisa diancam dengan pidana bui paling lama sembilan tahun.

Di dalam ketentuan pasal yang sama juga diatur bagi pelaku perbuatan cabul dan mempublikasikannya ke publik sebagai muatan pornografi. Pelaku yang mempublikasikannya ikut terancam bui selama sembilan tahun. 

Wamenkum HAM, Edward O.S Hirarie pernah menyebut bahwa RKUHP tidak melihat gender apapun yang dipidana. RKUHP netral terhadap gender. Ia memberi contoh dalam aturan terkait perbuatan cabul, tidak secara spesifik bakal mempidanakan gender tertentu. 

"Pokoknya kan (di dalam aturannya tertulis) setiap orang. Setiap orang itu kan mau laki-laki sama perempuan, laki-laki sama laki-laki, perempuan sama perempuan, netral gender dia (yang melakukan perbuatan cabul dapat dipidana)," kata pria yang akrab disapa EOS itu. 

2. RKUHP masuk dalam prolegnas 2022 dan ditargetkan bakal disahkan akhir masa sidang Juli

Gedung MPR DPR RI (IDN Times/Marisa Safitri)

Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaidi mengatakan bahwa parlemen menargetkan untuk mengesahkan RKUHP pada akhir masa persidangan V DPR tahun sidang 2021-2022 yakni awal Juli 2022. Desmond menyebut RKUHP saat ini tinggal disahkan menjadi UU lewat paripurna setelah pada 2019 lalu selesai proses pembahasan dan pleno tingkat Panja.

Di dalam naskah RKUHP yang beredar di publik tahun 2019 lalu, RKUHP terdiri dari 628 pasal. Wamenkum HAM, Edward O.S Hirarie pernah mengatakan bahwa RKUHP adalah salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional. 

"Tujuannya, untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum yang telah dibuat sejak zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda," ungkap Edward pada Mei 2021 lalu. 

Ia menjelaskan KUHP sudah mendesak untuk diperbarui karena saat ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan dinamika yang terjadi di masyarakat. Selain itu,  pembaruan RUU KUHP juga diarahkan sebagai upaya harmonisasi, yaitu dengan menyesuaikan KUHP terhadap perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi, yaitu dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata, menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.

Sebelumnya, RKUHP sempat ditargetkan bakal disahkan dalam rapat paripurna ke-12 DPR pada September 2019. Namun, rapat kemudian memutuskan untuk menunda pengesahannya dan pembahasannya dilanjutkan oleh anggota DPR yang terpilih pada periode 2019 hingga 2024. 

Baca Juga: Ini Pandangan MUI Soal Pasal Santet di dalam RKUHP

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya