TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Muncul Kerumunan, Kunker Jokowi ke NTT Disorot Epidemiolog

"Selain tak berikan contoh, kerumunan bahaya bagi Presiden"

Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika lakukan kunker ke Nusa Tenggara Timur Februari 2021 (Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Griffith, Brisbane, Dicky Budiman, mempertanyakan protokol kesehatan yang diterapkan oleh tim kepresidenan ketika melakukan kunjungan kerja ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam video yang berdurasi 30 detik dan beredar di media sosial, Presiden Joko "Jokowi" Widodo disambut oleh masyarakat sekitar. Sebagian warga ada yang mengenakan masker, tapi ada juga yang cuek tak memakai dan ikut mengerubungi ke Jokowi. 

Alih-alih segera berlalu, Jokowi justru memilih berhenti dan berdiri melalui sunroof. Dia juga sempat membagikan buku dan kaos kepada warga yang mengerubungi mobilnya. 

"Pandemik di Indonesia ini kan masih belum terkendali dan NTT bisa jadi potensi (penularan besar) berikutnya. Apalagi, Indonesia ini kan negara kepulauan, pandemiknya malah tidak selesai-selesai karena pola penularannya silih berganti. Semakin lama pandemik ada di Indonesia," ujar Dicky ketika dihubungi oleh IDN Times pada Selasa, 23 Februari 2021 lalu. 

Dia menilai, seharusnya sebelum Jokowi tiba di NTT, sudah diantisipasi bila terjadi kerumunan warga. Di sisi lain, warga di daerah pasti semangat bila tahu ada pemimpin negara yang berkunjung, apalagi bila membagikan suvenir. 

"Tapi, menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk mengkoordinasikan dan mengamankan prokes itu," tutur dia lagi. 

Apa komentar Istana soal longgarnya pengaturan protokol kesehatan ketika melakukan kunjungan ke NTT pada pekan ini?

Baca Juga: Presiden Jokowi Berkunjung ke NTT, Dua Videonya Jadi Sorotan Warganet 

1. Epidemiolog ingatkan pandemik COVID-19 di Indonesia belum reda

Presiden Jokowi ketika meresmikan Bendungan Napun Gete di NTT (Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden)

Dicky mengatakan seharusnya Jokowi mengingatkan anak buahnya, pandemik COVID-19 di Indonesia belum selesai. Bahkan, kasus harian dan kematiannya masih tergolong tinggi. 

"Kalau mau memberikan bantuan, maka berikan saja secara langsung melalui jalur di dinas sosial atau bisa juga lewat perwakilannya yang diundang, sehingga jumlahnya tidak banyak," ungkap pria yang kini sedang menyelesaikan studi doktornya itu. 

Dilanjutkannya, dalam menyelesaikan pandemik dibutuhkan teladan dan contoh dari para pemimpin negara. Termasuk, ketika menyampaikan sesuatu, maka ditepati. 

"Harus dihindari kegiatan seperti ini (yang menimbulkan kerumunan), baik itu di level pejabat pusat atau daerah. Hingga situasi wabah di Indonesia dianggap terkendali," tutur dia. 

Situasi yang dianggap terkendali yaitu ketika positivity rate di Indonesia berhasil turun hingga lima persen. Hal itu sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). 

2. Vaksinasi bukan jaminan Presiden Jokowi tak akan terpapar COVID-19

ANTARA FOTO/Humas Pemkot Bogor

Dicky juga mengingatkan meski Jokowi sudah menerima dua dosis suntikan vaksin COVID-19 buatan Sinovac Biotech, bukan berarti kebal terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh virus Sars-CoV-2 itu. Protokol kesehatan termasuk menghindari kerumunan tetap harus dilakukan. 

"Ini kan juga berbahaya buat Presiden (berkerumun). Kan kita seharusnya melindungi Presiden (dari kemungkinan terpapar COVID-19)," ungkap Dicky. 

Kunjungan Jokowi ke NTT, diapresiasi Dicky. Tapi, sebaiknya Presiden juga memberikan contoh kepada pemerintah setempat dan masyarakat, saat ini Indonesia masih dalam kondisi prihatin. 

Merujuk kepada data yang dirilis oleh Satgas Penanganan COVID-19 mengenai kondisi pandemik di NTT, angka harian per 23 Februari 2021 lalu sudah mencapai 8.391 kasus positif. Sebanyak 6.040 individu berhasil sembuh dan 223 orang meninggal dunia. 

Baca Juga: Bendungan Napun Gete yang Diresmikan Jokowi di NTT Senilai Rp880 M

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya