Nasib Imam Nahrawi, dari Bantu Sukseskan Asian Games ke 'Pasien' KPK
Imam adalah Menteri kedua yang jadi tersangka KPK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Nasib orang memang tidak ada yang tahu. Bisa kadang di atas, namun bisa juga ada di bawah.
Imam Nahrawi pernah dipuji sebagai pihak yang sukses menyelenggarakan Asian Games pada 2018 lalu. Bahkan, di bawah kepemimpinannya, Indonesia berhasil menembus peringkat lima besar di posisi keempat dengan memboyong total 98 medali, terdiri dari 31 medali emas, 24 medali perak, dan 43 medali perunggu.
Namun, pada Rabu (18/9), kariernya nyaris habis. Di penghujung jabatannya sebagai Menpora, Imam diumumkan sebagai tersangka penerima suap dari proposal KONI. Nama Imam sesungguhnya sudah lama diprediksi akan ditetapkan sebagai tersangka dugaan penerima suap, lantaran di persidangan ia sudah disebut oleh pihak lain menerima duit senilai Rp26,5 miliar.
Duit itu diterima dengan rincian pada rentang periode 2014-2018, Menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendapat duit senilai Rp14,7 miliar. Namun, duit tidak langsung diterima oleh Imam, melainkan dipegang oleh asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Kedua, pada periode 2016-2018, Imam juga meminta uang dengan total Rp11,8 miliar.
"Total uang itu diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018. Penerimaan itu terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pada sore ini di gedung Merah Putih.
Lalu, bagaimana perjalanan karier Imam sebelum ia akhirnya menjadi Menpora?
Baca Juga: [BREAKING] KPK Tetapkan Imam Nahrawi Tersangka Suap Dana Hibah KONI
1. Imam dibesarkan dalam keluarga Nahdlatul Ulama
Imam lahir di Bangkalan pada 8 Juli 1973. Karier Imam terbuka lebar karena dia aktif menjadi aktivis di kampusnya yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel. Ketika itu, ia mengikuti berbagai kegiatan kampus, hingga akhirnya menjadi Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur di usia 24 tahun.
Pria yang akrab disapa Cak Imam itu dibesarkan dalam keluarga Nahdlatul Ulama. Ketika kuliah, ia mengambil program jurusan pendidikan Bahasa Arab. Begitu lulus, ia mulai kariernya dengan terjun ke dunia politik.
Ia pun melabuhkan pilihan dengan bergabung ke PKB hingga menduduki posisi sebagai kepala sekretariat jenderal DPP PKB pada tahun 1999 lalu.
Baca Juga: Buntut Polemik Penutupan Audisi PB Djarum, Imam Nahrawi Surati KPAI