TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Novel Baswedan: Penyerangan Terhadap Saya Sengaja Tidak Diungkap

Sudah 500 hari berlalu sejak Novel disiram air keras

(Novel Baswedan mengaku sudah pesimistis kasusnya diungkap) www.twitter.com/@amnestyindo

Jakarta, IDN Times - 500 hari sudah berlalu pasca teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior Novel Baswedan. Namun, memasuki hari ke-500, tidak ada titik terang yang berhasil diungkap oleh polisi soal pelaku, termasuk aktor di lapangan. 

Novel pun semakin pesimistis kasusnya berhasil diungkap. Menurut instingnya sebagai penyidik senior, sebuah kasus kejahatan masih ada peluang untuk diungkap selama tiga bulan pertama terjadi. 

"Setelah tiga bulan, itu akan sulit untuk diproses. Jadi, saya anggap kasus ini memang sengaja ditutup-tutupi," ujar Novel ketika berbicara di gedung KPK pada Kamis (1/11) dalam diskusi bertajuk "Sebelah Mata HAM". 

Ia pun mengaku turut kecewa kepada atasannya di gedung antirasuah. Sebab, para pimpinan terlihat sudah mulai berkompromi dan tak lagi ingin memperjuangkan agar dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). 

"(Inisiatif TGPF) sempat disampaikan di awal dua pekan (usai disiram air keras). Tapi kemudian tidak diperjuangkan lagi oleh pimpinan," kata mantan Kasatreskrim di Polres Bengkulu itu. 

Lalu, apa yang diinginkan oleh Novel kini? Mengingat ia mengaku sudah ikhlas kasus terornya belum berhasil diungkap oleh polisi. 

Baca Juga: Dianggap Tak Serius Tangani Kasus Novel Baswedan, Begini Reaksi Istana

1. Novel menyebut penyidik KPK lainnya juga pernah diteror

(Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan) www.twitter.com/@amnestyindo

Novel disiram air keras di wajahnya pada 11 April 2017 usai menunaikan salat subuh di dekat rumahnya di area Kelapa Gading. Gara-gara teror itu, ia terpaksa absen bekerja selama 15 bulan. Selama itu pula, ia harus menjalani perawatan di Singapura. 

Di dalam diskusi yang digelar oleh Wadah Pegawai dan Amnesty International Indonesia itu, Novel menyebut sejak ia nyaris mengalami kebutaan, ia tidak pernah berhenti berjuang memberantas korupsi. Novel mengatakan tidak pernah meminta penyerangan terhadap dirinya dijadikan hal yang utama. Ia justru meminta teror terhadap penyidik lainnya juga harus diperhatikan. 

Dalam catatan Novel, ada beragam teror lainnya yang dialamatkan ke penyidik KPK. 

"Pegawai KPK itu pernah diserbu, diculik, dan bahkan rumahnya dibom. Walau setelah dicek itu bom palsu," kata Novel. 

Namun, setiap kali tindakan teror tersebut dilaporkan ke polisi, tidak pernah ada tindak lanjutnya. Padahal, teror terhadap penyidik, bukan karena pelaku dendam terhadap individu yang bersangkutan. Melainkan hal itu merupakan satu bentuk teror terhadap KPK sebagai institusi. 

"Padahal, perlindungan yang baik itu, apabila ada (pegawai KPK) yang diteror kemudian dibuka. Ini bukan suatu hal yang biasa. Karena ini sama saja serangan terhadap institusi KPK," katanya lagi. 

2. Novel ragukan komitmen pemerintah berantas korupsi

(Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan) Masda

Di awal terpilihnya Joko "Jokowi" Widodo sebagai Presiden, ia sempat berkomitmen untuk tegas memberantas tindak pidana korupsi tanpa pandang bulu. Namun, pada kenyataannya, menurut Novel komitmen itu mulai luntur. Contoh nyata yakni kasus teror yang menimpa dirinya tidak juga diungkap. 

Jokowi memang sempat memanggil Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian ke Istana dan menanyakan perkembangan pengusutan kasusnya. Kalau Tito mengaku tidak sanggup, barulah mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan memikirkan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Namun, pengusutan kasus Novel seolah-olah mandek. 

"Saya khawatir apakah jangan-jangan Presiden sudah mulai takut. Kalau dia sudah mulai takut, maka saya sangat bersedih, karena Presiden yang paling bisa diharapkan dan bisa melindungi bangsa ini," kata Novel. 

Menurut dia, kalau Presiden yang memimpin negara saja sudah tidak bisa dijadikan tumpuan harapan, maka ia harus kepada siapa lagi. 

"Maka, saya kecewa," tutur dia.  

3. Novel merasa institusi tempatnya bekerja mulai berkompromi

(Penyidik senior KPK Novel Baswedan) ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak

Selain tidak ada political will yang kuat dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo dalam penuntasan kasus teror air keras, Novel Baswedan juga merasa tempatnya bekerja kini mulai terlihat berkompromi. Apa indikasinya? Ia melihat atasannya tidak ikut mendorong secara kuat agar semua teror yang pernah menimpa pegawainya agar segera diusut. 

Dalam catatan Wadah Pegawai KPK, ada sekitar 8 jenis teror yang pernah dialami oleh pegawai institusi antirasuah tersebut, yakni: 

• kriminalisasi terhadap pegawai KPK;
• penyerbuan dan teror terhadap fasilitas KPK;
• ancaman bom ke rumah penyidik KPK;
• penyiraman air keras ke rumah dan kendaraan milik penyidik KPK;
• ancaman pembunuhan terhadap pejabat dan pegawai KPK;
• perampasan perlengkapan penyidik KPK;
• penangkapan dan penculikan terhadap pegawai KPK yang sedang bertugas;
• percobaan pembunuhan terhadap penyidik KPK;

Hingga kini, belum ada satu kasus teror pun yang berhasil diungkap. 

"KPK kan masih berjalan sampai saat ini. Jangan sampai institusi ini menjadi yang sudah mulai berkompromi," kata Novel. 

Sebab, menurut dia, pemberian perlindungan yang terbaik apabila semua teror yang menimpa pegawai KPK diungkap. 

"Bukankah penyerangan terhadap pegawai KPK itu sesuatu yang luar biasa? Kapan itu akan diungkap," tanya Novel lagi. 

 

Baca Juga: Lima Nilai Anti Korupsi yang Bisa Kamu Teladani dari Novel Baswedan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya