Pakar Hukum: Statuta UI yang Baru Ancam Kebebasan Akademik
Rektor kini punya kewenangan besar di statuta UI yang baru
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebut adanya kejanggalan dalam perubahan statuta Universitas Indonesia (UI) yang dilakukan secara diam-diam.
Dalam statuta baru yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021, tidak lagi adanya larangan bagi rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan milik negara atau swasta.
Sementara, rangkap jabatan yang dilakukan Rektor UI Ari Kuncoro menjadi sorotan, usai Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI mengunggah meme Presiden Joko "Jokowi" Widodo sebagai The King of Lip Service.
Ari kini duduk di perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yakni sebagai Wakil Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI). Sebelumnya, saat ia terpilih jadi rektor pada 2019, Ari masih menjabat sebagai Komisaris Bank Negara Indonesia (BNI).
Kini, di dalam statuta baru, rektor memperoleh kewenangan lebih luas. Salah satunya, dapat mencabut gelar kehormatan, gelar akademik dan penghargaan akademik. Keputusan tersebut diambil berdasarkan pertimbangan dari Senat Akademik (SA).
Menurut Bivitri, ketentuan tersebut tidak tertuang dalam statuta lama, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013.
"Selain itu juga bisa dilihat di Pasal 58 mengenai pemberian sanksi. Rektor bisa menjatuhkan pemberian sanksi (bagi civitas akademika yang melanggar)," ujar Bivitri kepada IDN Times melalui pesan pendek Selasa, 20 Juli 2021.
Di PP yang lama, keputusan mengenai sanksi ada di anggaran rumah tangga dalam bentuk peraturan Majelis Wali Amanat (MWA). Anggota MWA terdiri dari berbagai unsur, termasuk mahasiswa.
"Jadi, konkretnya statuta ini bisa menjadi ancaman kebebasan bagi dunia akademik," kata Bivitri.
Lalu, apa yang bisa dilakukan civitas akademika UI untuk mencegah agar rektor tidak menyalahgunakan statuta baru demi kepentingannya pribadi?
Baca Juga: Ubah Statuta, Rektor UI Ari Kuncoro Dibully Warganet di Media Sosial
1. Pengambilan keputusan penting menyangkut UI kini hanya di tangan rektor
Hal lain yang disorot Bivitri dalam statuta yang berubah yakni adanya keputusan rektor yang bisa ditentukan langsung oleh rektor sendiri. Poin tersebut terdapat dalam Pasal 58 ayat 2 PP Nomor 75 Tahun 2021. Di sana diatur mengenai sanksi bagi civitas akademika yang melanggar statuta.
Di dalam statuta sebelumnya, bila ada ketentuan yang dilanggar, maka sanksi akan merujuk kepada peraturan yang dibuat Majelis Wali Amanat (MWA).
Editor’s picks
Mengutip situs resmi UI, ada beberapa elemen yang duduk di MWA yakni Menteri Pendidikan, Senat Akademik Universitas, rektor, masyarakat, karyawan dan mahasiswa. Mereka menjabat sebagai anggota MWA selama lima tahun. Artinya, bila ingin menjatuhkan sanksi maka harus dirundingkan dengan elemen lainnya di MWA.
Sedangkan, di aturan baru, bila terbukti ada pelanggaran di dalam statuta, maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang disusun rektor.
"Ini berbahaya karena kekuasaan ditempatkan di satu kekuasaan tertinggi (yakni rektor). Apalagi ia memiliki benturan kepentingan, maka bisa terjadi pembungkaman karena jadi ada pemecatan dan ancaman pemecatan dari rektor," kata Bivitri.
Baca Juga: Statuta UI Direvisi, Kini Rektor Tak Lagi Dilarang Jabat Komisaris