Panglima TNI Akui Tracing Kontak Erat Rendah, Jauh dari Standar WHO
Standar WHO 1:30, di RI 1 orang positif yang dilacak cuma 1
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto mengakui, pelacakan kasus kontak erat pasien COVID-19 di Indonesia masih tergolong rendah. Dari satu pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19, yang baru dapat dilacak kontak eratnya hanya satu individu.
Padahal idealnya, kata Hadi, standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) mewajibkan satu orang terkonfirmasi positif maka pelacakan dilakukan ke 30 orang lain yang telah melakukan kontak erat.
"TNI, Polri, BNPB, dan Kementerian Kesehatan berusaha untuk memenuhi standar yang dikeluarkan oleh WHO tersebut yaitu dengan cara memperbanyak tracer-tracer dari TNI/Polri dan Dinas Kesehatan," ujar Hadi dalam keterangan pers secara daring, Senin (26/7/2021).
Ia menjelaskan, saat ini ada 63 ribu tenaga pelacak kasus kontak erat yang telah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Mereka berada di posko Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro yang ada di puskesmas.
"Para tracer ini yang melakukan pelacakan kepada warga yang melakukan kontak erat (pasien positif)," katanya lagi.
Hadi mengakui tidak mudah untuk melakukan pelacakan. Oleh sebab itu, Kemenkes memberikan pelatihan kepada para pelacak kasus kontak erat.
"Tujuannya, agar pelacakan bisa dilakukan dengan cara yang lebih mudah," tutur Hadi yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Staf TNI AU itu.
Lalu, alur kerja pelacakan kasus kontak erat pasien COVID-19 dilakukan secara digital?
Baca Juga: Kasus Harian COVID-19 Indonesia Tertinggi ke-3 di Dunia
1. Pelacakan kontak erat dimulai usai pasien dinyatakan positif COVID-19
Dari alur kerja yang disampaikan oleh Hadi, proses pelacakan kontak erat mulai dilakukan sejak adanya hasil tes positif yang dilaporkan oleh laboratorium. Lab tersebut harus merupakan bagian dari New All Records (NAR) Kementerian Kesehatan. Saat ini, tercatat ada 742 lab di seluruh Indonesia yang masuk ke dalam jaringan NAR.
Dari sana, maka pasien tersebut akan dihubungi melalui pesan pendek WhatsApp. Informasi mengenai pasien akan disampaikan juga ke koordinator pelacakan (tracing) TNI/Polri, puskesmas, dan satgas PPKM.
Lalu, petugas pelacak digital menghubungi pasien untuk menanyakan mengenai gejala yang dirasakan. Dari kontak tersebut, kata Hadi, maka bisa diperoleh informasi mengenai kondisi pasien sehingga bisa diberikan instruksi untuk melakukan isolasi mandiri di rumah, atau harus dipindah ke isolasi terpusat yang dikelola oleh pemda atau pemerintah pusat. Dari sana, bisa dilakukan penelusuran identifikasi kontak erat.
Setelah kontak erat berhasil dihubungi, maka pelacak akan memberikan instruksi untuk melakukan karantina. Lalu, kontak erat diminta untuk melakukan tes swab/PCR COVID-19. Bila hasilnya dinyatakan negatif, maka kontak erat diminta melakukan karantina mandiri selama lima hari.
"Lalu, dilakukan exit test di hari kelima. Bila hasilnya negatif, maka bisa tetap di rumah. Tetapi, bila hasil tes menunjukkan positif, yang bersangkutan harus ditempatkan di isolasi mandiri terpusat (isoter)," kata Hadi.
Kontak erat pasien COVID-19 juga langsung diminta untuk menuju ke tempat isoter bila di tes pertama menunjukkan hasil positif.
Baca Juga: Kecewa PPKM, Harga Kopi di Warung Ini Naik Bagi ASN, TNI, dan Polisi