Pansel Ingin Cari Capim KPK yang Gencar Berantas Tindak Pencucian Uang
Baru 15 kasus korupsi yang dijerat dengan TPPU
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Lima anggota panitia seleksi capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendatangi gedung antirasuah pagi tadi pada Rabu (12/6). Mereka diterima oleh tiga pimpinan lembaga antirasuah dan berdiskusi sekitar 2 jam.
Ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih mengatakan tujuan utama mereka menemui pimpinan untuk meminta bantuan pelacakan rekam jejak calon nahkoda lembaga antirasuah dan masukan soal kinerja KPK. Seperti yang diketahui lima pimpinan jilid IV juga merupakan hasil saringan dari pansel. Tiga anggota pansel capim jilid V sebelumnya turut menyeleksi pimpinan periode sebelumnya.
"Jadi, kami berharap apabila nanti nama-namanya sudah ada yang lolos proses administrasi, di mana mereka pasti tahu apakah orang-orang itu tersangkut kasus yang tengah ditangani KPK atau tidak," ujar Yenti pada tadi siang.
Sehingga, apabila ada calon pimpinan yang memang tersangkut kasus korupsi, walau prosesnya masih sebagai saksi, maka seleksinya akan dihentikan. Lalu, apa yang dicari oleh pansel capim KPK periode 2019-2023?
Baca Juga: ICW Kritik KPK yang Lebih Fokus Bui Koruptor Ketimbang Kejar Asetnya
1. Pansel mencari calon pimpinan yang berani menggunakan pasal tindak pencucian uang sejak awal
Menurut ketua pansel capim KPK, Yenti Garnasih, pimpinan institusi antirasuah periode selanjutnya harus berani dan berinisiatif lebih banyak menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus korupsi yang ditangani. Dengan demikian, maka hasil korupsi yang sempat dinikmati oleh koruptor bisa dikembalikan ke negara dalam jumlah yang maksimal. Selain itu, hukuman yang dikenakan bisa lebih berat.
"Kami kemari juga ingin mendengar evaluasi baik dari luar dan dalam. Salah satunya, antara lain, maaf ya, Pak soal masih lemahnya penggunaan pasal TPPU. Jadi, pasti nanti kami akan cari calon pimpinan yang lebih geng lagi menggunakan pasal TPPU," kata perempuan pertama yang meraih gelar doktor di bidang tindak kejahatan pencucian uang itu.
Ia pun mengeluhkan salah satu kasus yang dinilainya lambat ditangani oleh KPK dari segi penggunaan pasal TPPU yaitu dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Setelah puluhan tahun berlalu, kata Yenti, KPK baru melakukan penelusuran aset terhadap pihak-pihak yang terlibat kasus mega korupsi tersebut.
Dalam catatan organisasi Indonesia Corruption Watch (ICW), di periode kepemimpinan jilid IV, KPK baru mengenakan pasal TPPU di 15 kasus saja.
Contoh salah satu kasus yang paling nyata terjadi tindak pencucian uang namun belum diumumkan sebagai tersangka yakni kasus korupsi KTP Elektronik yang diduga melibatkan mantan Ketua DPR, Setya Novanto.
"Padahal, di muka persidangan, ketika membacakan surat tuntutan, jaksa KPK sudah mengatakan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Setya Novanto adalah korupsi dengan cita rasa pencucian uang," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana pada (12/5) lalu.
Baca Juga: Pansel: Proses Pendaftaran Calon Pimpinan KPK Dimulai 17 Juni - 4 Juli