Pelaku HAM Berat Paniai Divonis Bebas, Mahfud: Tak Bisa Ikut Campur
Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu jadi terdakwa tunggal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara soal keputusan Pengadilan Negeri Makassar yang menjatuhkan vonis bebas bagi terdakwa kasus pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Mayor Inf (Purn) Isak Sattu. Mahfud mengatakan pihaknya tidak bisa ikut campur atas putusan majelis hakim tersebut.
"Ya, itu kan wewenang pengadilan. Kami tidak bisa ikut campur," ujar Mahfud dalam pesan pendek pada Kamis (8/12/2022).
Isak menjadi terdakwa tunggal dalam kasus yang terjadi pada 2014 lalu. Saat itu, adu mulut antara warga Papua dengan prajurit TNI berujung kericuhan. Anggota Koramil melakukan penembakan ke arah massa dan melakukan pengejaran, serta penikaman dengan menggunakan sangkur.
Dalam kejadian itu, empat warga sipil tewas. Para korban bernama Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.
Menurut Mahfud, ini bukan kali pertama terdakwa pelanggaran HAM berat divonis bebas di pengadilan. Sebelumnya, pemerintah telah mengajukan perkara pelanggaran HAM berat yang melibatkan lebih dari 35 orang.
"Tetapi, semuanya dibebaskan oleh pengadilan. Kalau Anda tanya saya, maka jawaban pertama saya ya itu kan wewenang pengadilan. Kami tidak bisa ikut campur," tutur dia lagi.
Menurutnya, sangat sulit membuktikan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Ia pun mempersilakan publik untuk mendiskusikan langkah apa yang sebaiknya ditempuh ke depan.
Lalu, apa alasan pengadilan HAM di Makassar menjatuhkan vonis bebas terhadap Isak Sattu?
Baca Juga: [BREAKING] Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran Berat HAM Paniai Papua
1. Majelis hakim tak temukan unsur pertanggungjawaban komando dalam kasus Paniai
Sementara, penasihat hukum Isak Sattu, Syahrir Cakari, mengatakan majelis hakim menjatuhkan vonis bebas untuk kliennya lantaran tidak ditemukan unsur pertanggung jawaban komando yang dapat dibuktikan di dalam kasus tersebut. "Majelis hakim menyatakan bahwa tidak ada unsur pertanggungjawaban komando yang terbukti dalam perkara ini sehingga semua unsur yang terbukti dalam sidang ini, itu diabaikan," ujar Syahrir usai persidangan di Makassar pada hari ini.
Tim kuasa hukum, kata Syahrir, sejak awal sudah tidak sepakat dengan dakwaan jaksa di kasus pelanggaran HAM berat Paniai. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Isak Sattu dengan perbuatan seperti diatur Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kemudian dakwaan kedua yang diatur dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Dakwaan JPU itu merujuk pada pertanggungjawaban komandan militer terhadap tindak pidana dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukannya.
Editor’s picks
"Kami tidak melihat adanya unsur sistematik dalam perkara ini," kata dia.
Baca Juga: Komnas HAM: Sidang Kasus Paniai Papua Berjalan Kurang Greget