TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerintah Dinilai Paranoid Tanggapi Rencana Demo Jokowi End Game

Gulingkan Jokowi tak akan perbaiki penanganan pandemik

Presiden Joko Widodo. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Jakarta, IDN Times - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar (UAI), Ujang Komarudin menyayangkan sikap pemerintah yang bolak-balik menyampaikan ada pihak yang ingin menggulingkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo di tengah pandemik COVID-19. Menurutnya, aksi demonstrasi yang semula ingin dilakukan pada 24 Juli 2021 lalu tidak lebih kritik terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani pandemik.

Ujang pun menilai untuk bisa menggulingkan pemerintahan yang tengah berkuasa seperti pada 1998, dibutuhkan partisipasi mahasiswa dalam jumlah besar di seluruh Indonesia. "Tidak cukup hanya dengan bermodalkan suara dari kelompok partai oposisi semata. Butuh mahasiswa dan buruh," kata Ujang ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Selasa (27/7/2021). 

"Faktanya, meski kemarin mengerahkan tentara dan polisi, tapi kan gak ada yang demo. Kalau demonya bertujuan untuk menjatuhkan (pemerintah) maka mahasiswa akan turun. Ini gak ada, kalaupun ada (mahasiswa) hanya segelintir," lanjutnya.

Munculnya aksi untuk berunjuk rasa salah satunya dituding dari unggahan organisasi bernama Blok Politik Pelajar (BPP). Melalui akun Instagramnya @blokpolitikpelajar, mereka mengunggah ajakan untuk melakukan konvoi pada Sabtu, 24 Juli 2021 lalu dengan titik awal di depan Universitas Trisakti, Grogol.

Mereka memberi delapan catatan selama aksi tersebut berlangsung, termasuk maksimal hanya dua orang di dalam satu sepeda motor, menaati protokol kesehatan dan membuka jalan untuk ambulans, nakes dan kendaraan darurat lainnya. 

Lantaran dikira akan ada aksi demo besar di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, otoritas keamanan mengerahkan 3.385 personel TNI dan Polri untuk mengantisipasi aksi unjuk rasa "Jokowi End Game." Namun, unjuk rasa tidak terjadi pada akhir pekan lalu. 

Ujang menilai pemerintah terkesan paranoid dengan berpikir aksi unjuk rasa yang semula ingin digelar pada akhir pekan lalu diartikan sebagai upaya untuk menggulingkan Presiden Jokowi.

"Ini kan pemerintah kena prank aja di media sosial, karena suara ingin menjatuhkan rezim Jokowi hanya berkembang di media sosial. Sesungguhnya kekhawatiran itu tidak terbukti," kata dia lagi. 

Lalu, benarkah Blok Politik Pelajar ingin menggulingkan pemerintahan yang sah melalui aksi konvoi pada akhir pekan lalu?

Baca Juga: Mahfud MD Sebut Ada Kelompok Provokator di Aksi Jokowi End Game

Baca Juga: Mahfud MD: Gelar Aksi Demo Fisik saat Pandemik, Bakal Ditindak Tegas!

1. Blok Politik Pelajar bantah ingin gulingkan Presiden Jokowi

Presiden Jokowi Video Call dengan Suster Fira (Tangkapan Layar IG TV @jokowi)

Melalui keterangan tertulis, Blok Politik Pelajar (BPP) membantah hendak menggulingkan Presiden Jokowi dalam aksi pada akhir pekan lalu. "Adapun aksi yang dilakukan BPP seperti terdapat pada Instagram kami, adalah aksi konvoi," kata BPP pada hari ini. Salah satu anggota BPP, Delpedro Marhaen mengatakan organisasinya adalah wadah politik untuk para pelajar dan mahasiswa tanpa struktur ketua dan pentolan organisasi. 

BPP, kata Delpedro, diharapkan bisa menjadi organisasi yang mempengaruhi kebijakan dan terbebas dari pengaruh senioritas, lembaga sosial masyarakat (LSM) dan partai politik. Delpedro pun menduga ada sejumlah pihak yang ingin mengkambing hitamkan BPP dalam kegiatan Jokowi End Game. "Padahal, konsep kami seperti air. Adaptif, tanpa komando dan skala kecil," ujar Delpedro. 

Sementara, terkait dengan poster Jokowi End Game, ia mengaku tidak tahu dan membantah ada kaitannya. Menurut Delpedro, aksi unjuk rasa dan protes tidak bisa dihindarkan lantaran warga saat ini sedang marah dalam kondisi pandemik COVID-19. 

Meski aksi unjuk rasa tidak jadi, tetapi Polda Metro Jaya sempat menangkap beberapa anggota BPP dengan tudingan ajakan menggulingkan Presiden Jokowi. Belakangan, mereka dibebaskan karena tidak cukup bukti. 

2. Informasi intelijen belum tentu semuanya valid

Ilustrasi demonstrasi di jalanan. unsplash/mcoswalt

Menurut Ujang, aksi demo yang tak jadi digelar menandakan belum tentu semua informasi yang diperoleh badan intelijen menjadi kebenaran tunggal dan valid. Sebagai bukti, aksi demo pada akhir pekan lalu tidak terbukti. Pihak yang sempat ditangkap pun akhirnya dilepas karena kurang bukti. 

Meski demikian, Ujang memahami pemerintah tidak ingin kecolongan sehingga tetap mengerahkan personel TNI dan Polri. 

"Bentuk antisipasi lainnya kan ada instruksi dari para kapolda ke kapolres di malam itu, agar segera memberikan bantuan sosial kepada warga," kata dia. 

Diduga tujuannya agar warga tak berminat bergabung dalam aksi unjuk rasa yang memprotes buruknya penanganan pandemik COVID-19 yang dilakukan oleh pemerintah. Ujang pun menganalisa bila aksi unjuk rasa pada akhir pekan lalu besar, maka bisa merembet ke tuntutan lain yakni meminta pemerintah yang sah agar mundur. Padahal, bila mundur sekalipun tidak serta merta langsung memperbaiki penanganan pandemik COVID-19. 

Baca Juga: Antisipasi Demo Jokowi End Game, TNI-Polri Siagakan 3.385 Personel

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya