Pemimpin KPK Minta Maaf Sempat Sebut Singapura Negara Surga Koruptor
Singapura nilai kalimat Deputi Penindakan KPK tak berdasar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango, meminta maaf atas pernyataan yang sempat disampaikan oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi Brigjen (Pol) Karyoto dalam jumpa pers pada 6 April 2021 lalu.
Ketika itu, Karyoto secara blak-blakan menyebut Singapura sebagai surganya koruptor sehingga menyulitkan komisi antirasuah memburu mereka di negara itu. Pernyataan Karyoto itu langsung dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Singapura pada Jumat, 9 April 2021.
"Mohon maaf, saya kebetulan tidak terlalu menyimak pernyataan yang disampaikan oleh Deputi Penindakan yang telah memunculkan respons dari Pemerintah Singapura. Yang pasti bila ada pernyataan-pernyataan yang mengatasnamakan lembaga yang telah menimbulkan ketidaknyamanan, tentu kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan dari pernyataan itu," ujar Nawawi dalam keterangan tertulis Sabtu, 10 April 2021.
Nawawi pun mengakui bila selama ini kerja sama yang dijalin oleh KPK dengan Corruption Practices Investigasions Bureau (CPIB) -- komisi antirasuah Singapura, terjalin erat. Kerja sama yang terjalin mulai dari pencegahan, pendidikan hingga penindakan.
Bahkan CPIB, kata mantan hakim itu, sudah sering membantu KPK dalam penanganan beberapa perkara. MLA atau bantuan hukum timbal balik pun sering diberikan oleh Singapura dalam beberapa perkara seperti perkara KTP Elektronik dan PT Garuda Indonesia.
"KPK sangat berterima kasih atas jalinan kerja sama dengan CPIB selama ini. Tentu, kami sangat berharap jalinan kerja sama ini terus berlanjut dan meningkat. Selain, komitmen untuk terus saling membantu dalam penanganan tindak pidana korupsi terus berjalan," tutur dia lagi.
Mengapa Deputi Penindakan Karyoto menuding Singapura sebagai negara surga bagi para koruptor?
Baca Juga: Disebut KPK Negeri Surganya Koruptor, Singapura: Tuduhan Tak Berdasar
Baca Juga: Disebut KPK Negeri Surganya Koruptor, Singapura: Tuduhan Tak Berdasar
1. RI-Singapura tak punya perjanjian ekstradisi untuk memulangkan buronan yang kabur
Menelusuri rekam jejaknya, Indonesia dan Singapura sudah meneken kesepakatan perjanjian ekstradisi pada April 2007 lalu di Bali. Tetapi, kesepakatan itu tidak bisa diimplementasikan karena belum disahkan di tingkat parlemen.
DPR ketika itu ogah mengesahkan karena Negeri Singa mengajukan persyaratan yang jauh lebih mahal dibandingkan kesediaannya memulangkan para buronan WNI ke Tanah Air. Ketika itu, Singapura bersikeras perjanjian ekstradisi harus sepaket dengan perjanjian kerja sama pertahanan atau Defence Cooperation Agreement (DCA).
Ketika itu, DCA ditandatangani oleh Menteri Pertahanan era SBY, Juwono Sudarsono, dan Menhan Negeri Singapura, Teo Chee Hean. PM Lee Hsien Loong dan SBY ketika itu menjadi saksi kerja sama pertahanan itu diteken.
Implementasi dari kerja sama DCA yakni Indonesia meminjamkan wilayah udara, darat dan laut agar angkatan bersenjata Singapura bisa melakukan latihan militer. Bahkan, Singapura bisa menggunakan area yang dipinjamkan RI itu untuk berlatih dengan Indonesia atau latihan militer Negara Singa dengan negara lainnya.
Kesepakatan itu berlaku selama 25 tahun, lalu setelah tahun ke-13 akan ditinjau ulang setiap enam tahun untuk dilihat apakah kesepakatan itu layak dilanjutkan atau tidak.
Sementara, Karyoto menilai ketiadaan perjanjian ekstradisi membuat mereka sulit memulangkan buronan yang kabur ke Negeri Singa.
"Satu-satunya negara yang tidak menandatangani ekstradisi berkaitan dengan korupsi itu adalah Singapura. Itu surganya koruptor," ungkap Karyoto pada 6 April 2021 lalu.
Editor’s picks
Pernyataan senada juga pernah disampaikan oleh Jusuf "JK" Kalla ketika masih duduk sebagai Wakil Presiden pada 2016 lalu. Ia bahkan menyebut yang tidak bersedia meneken perjanjian kerja sama ekstradisi adalah Singapura. Pemerintah, kata dia, tengah berusaha memulangkan para buronan kasus korupsi dari sejumlah negara.
"Mudah-mudahan Singapura nanti mau berubah pikiran untuk juga menandatangani ekstradisi," kata JK ketika itu.
Baca Juga: Novel Baswedan Mengaku Masih Terus Diancam Usai Pulang dari Singapura