Pengamat: UU ITE Sebaiknya Direvisi, Terutama yang Muat Pasal Karet
Pasal yang diusulkan direvisi soal pencemaran nama baik
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif Lembaga Survei, Indikator, Burhanuddin Muhtadi, mendorong agar pemerintah merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia mengusulkan bagian yang direvisi adalah pasal 27 mengenai tindak pidana pencemaran nama baik.
"Menurut presiden sendiri pasal itu menciptakan satu kondisi di mana pasal itu semacam pasal karet. Begitu karetnya memudahkan buat siapapun untuk melaporkan bila dirinya tidak suka," ungkap Burhanuddin ketika berbicara di program "Sapa Indonesia Malam" yang tayang di stasiun Kompas TV pada Senin (15/2/2021) malam.
Ia menilai dengan merevisi UU ITE, maka ketakutan publik untuk menyampaikan kritik akan semakin berkurang. Burhanuddin tak menampik selain UU ITE, publik juga bisa dijerat hukum terkait tindak pencemaran nama baik melalui KUHP.
"Tetapi, di dalam UU ITE bisa menjerat publik melalui aktivitas di media sosial, Twitter, Facebook. Karena sedikit berpendapat saja dianggap bisa mencemarkan nama baik yang berujung meningkatnya intensitas laporan ke polisi," kata dia lagi.
Kekhawatiran publik untuk menyampaikan pendapat, ujar Burhanuddin turut diperkuat dengan survei yang dilakukan Indikator pada September 2020 lalu. Isinya ada 67 persen masyarakat yang sangat setuju bahwa mereka semakin takut untuk menyampaikan pendapat.
Lalu, apa respons Istana terkait dorongan agar UU ITE sebaiknya direvisi?
Baca Juga: Jokowi: Jika UU ITE Tak Beri Keadilan, Saya Minta DPR Revisi
Baca Juga: Soal Kritik, Mahfud MD Sebut Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke Polisi
1. KSP bantah polisi bersikap tidak netral dalam menerima laporan warga
Menurut Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Ade Irfan Pulungan, tak semua pelaporan ke polisi terkait pencemaran nama baik diproses. Polisi akan memeriksa lebih dulu apakah laporan memenuhi unsur-unsur pidana yang terkait dengan pasal yang disoalkan.
Ade mengomentari kalimat juru bicara Jusuf "JK" Kalla, Hussain Abdullah, yang menyebut laporan keluarga JK pada akhir 2020 terkait penyebaran hoaks malah tidak diproses oleh polisi.
"Karena polisi kan punya aturan-aturan yang bisa dipertanggung jawabkan, ada parameternya. Kalau memenuhi unsur-unsur pidana, pasti akan diproses (oleh polisi)," kata Ade.
Ia membantah persepsi yang disampaikan oleh Hussain seolah-olah laporan ke polisi baru cepat ditanggapi bila pelapor merupakan orang yang dekat dengan lingkar kekuasaan. Bila mereka berada di posisi yang kritis terhadap pemerintah, maka pelaporannya lama diproses.
Menurut Burhanuddin, seharusnya polisi bersikap netral dan imparsial ketika menerima laporan dari yang warga yang berpotensi memicu konflik.
Baca Juga: Fadjroel Bantah Pemerintah Pakai Buzzer untuk Hadapi Kritik