Soal Kritik, Mahfud MD Sebut Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke Polisi

Mahfud sebut yang lapor ke polisi rakyat, bukan pemerintah

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator bidang politik, hukum dan keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, kembali merespons komentar mantan Wakil Presiden Jusuf "JK" Kalla soal kebebasan menyampaikan kritik di era Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Menurut Mahfud, pemerintah sudah lama mengalami dilema bagaimana sebaiknya menyikapi pihak yang memberikan kritik tajam, bahkan cenderung menyerang. 

Pria yang sempat menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu bahkan menyebut, pergerakan kelompok tertentu di dunia maya untuk mengkritik pemerintah sudah terjadi ketika JK masih menjadi Wapres pada periode 2014-2019. Ketika itu ramai pasukan di dunia maya yang diberi nama Muslim Cyber Army (MCA), Muslim Piyungan dan Saracen. Kedua kelompok itu tidak hanya dinilai mengkritik tetapi juga menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian. 

"Ketika itu pemerintah menghadapi dilema. Bila ditindak pemerintah ketika itu dikatakan diskriminatif, tetapi bila tidak ditindak maka akan menjadi liar," ujar Mahfud dalam rekaman video yang dibagikan pada Minggu malam, 14 Februari 2021. 

Dalam pandangannya, Mahfud tak yakin JK berniat ingin menyampaikan pernyataan ke publik bahwa yang mengkritik akan dipanggil polisi. Sebab, pada kenyataannya, kata Mahfud, tidak ada orang yang dipanggil polisi hanya karena mengkritik pemerintah. Pernyataan itu bertentangan dengan apa yang dialami aktivis Ravio Patra dan sutradara Dandhy Dwi Laksono. 

Jadi, apakah sebenarnya bisa menyampaikan kritik ke pemerintah tanpa khawatir akan dibui?

1. Jubir presiden sarankan sebelum sampaikan kritik, publik baca UUD 1945 dan UU ITE

Soal Kritik, Mahfud MD Sebut Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke PolisiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Respons soal pertanyaan JK bagaimana agar tetap bisa mengkritik pemerintah tanpa dibui, turut disampaikan juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman. Dalam rilis video pada Sabtu malam, 13 Februari 2021, Fadjroel menyarankan agar kritik yang disampaikan sesuai dalam koridor UUD 1945 dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). 

Di dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945, berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat". Lalu, ada pula pasal 28J yang berbunyi, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Selain dua pasal itu, Fadjroel juga meminta publik agar mempelajari UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Beberapa pasal yang perlu diperhatikan di dalam UU ITE itu, kata Fadjroel yaitu, ketentuan di pasal 45 ayat 1, 2, 3, dan 4. Pasal 3, misalnya mengatur soal muatan ujaran kebencian, atau pasal 2, soal kesusilaan.

Selain empat pasal itu, publik kata dia juga perlu memperhatikan pasal 45a ayat 1 dan 2, yang mengatur soal penyebaran berita bohong atau hoaks dan ujaran yang menimbulkan kebencian atau permusuhan, maupun SARA.

"Lalu pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi," katanya lagi. 

Fadjroel mengklaim Presiden Jokowi selalu tegak lurus dengan peraturan perundang-undangan dan konstitusi yang berlaku. Pemerintah menjamin, kata Fadjroel, tidak ada warga yang terancam hukuman bui bila kritik disampaikan sesuai ketentuan yang ada. 

Tetapi, pernyataan itu dibantah pakar hukum tata negara, Refly Harun. Ia menilai bila harus mematuhi koridor dua UU tadi, maka sama saja meminta publik agar sebaiknya tak mengkritik pemerintah. 

Baca Juga: Jokowi Dorong Publik Lebih Aktif Sampaikan Kritik, YLBHI: Ironi!

2. Mahfud sebut yang buat laporan ke polisi adalah rakyat, bukan pemerintah

Soal Kritik, Mahfud MD Sebut Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke PolisiIDN Times/Galih Persiana

Hal lain yang disampaikan Mahfud di dalam video itu adalah pelaporan terkait kritik di ruang publik ke polisi. Menurut dia, pelaporan itu bukan dilakukan pemerintah, melainkan oleh rakyat. 

"Yang melapor kan punya hak, sementara, polisi punya kewajiban kalau ada laporan didalami," kata Mahfud. 

Namun publik menilai janggal, lantaran hampir semua laporan berisi ujaran kebencian atau pencemaran nama baik dengan menggunakan UU ITE, diproses pihak kepolisian. Teranyar yang diterima polisi adalah laporan DPP Pemuda, Pelajar, dan Mahasiswa Mitra Kamtibmas (PPMK) terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. 

Karopenmas Mabes Polri, Brigjen (Pol) Rusdi Hartono membenarkan laporan itu sudah diterima Kepala Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim. Penyidik kini tengah mempelajari kasus tersebut. Novel diadukan ke polisi oleh PPMK karena cuitannya di media sosial dianggap menyerang aparat penegak hukum lainnya, yaitu kepolisian. 

Dalam cuitannya pada 9 Februari 2021 lalu, Novel mengeluhkan sikap kepolisian yang tetap menahan Maheer At-Thuwailibi meski sedang sakit. 

3. Mahfud singgung keluarga JK juga gunakan UU ITE untuk jerat pelaku ujaran kebencian

Soal Kritik, Mahfud MD Sebut Keluarga JK Juga Pernah Lapor ke PolisiMenkopolhukam Mahfud MD memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Kesiapan Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di Medan, Jumat (4/7). (IDN Times/Prayugo Utomo)

Uniknya, di dalam video itu, Mahfud juga menyinggung sikap keluarga JK yang pernah melaporkan ke polisi pada 2 Desember 2020 lalu. Ketika itu putri JK, Muswira Kalla, melaporkan eks politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean dan Rudi S. Kamri ke Bareskrim Mabes Polri. 

Putri JK merasa cuitan Ferdinand yang seolah-olah menuding ayahnya yang mendanai pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab selama berada di Saudi adalah fitnah. Dalam laporannya itu, Muswira melampirkan bukti berupa tangkapan layar unggahan Ferdinand dan Rudi di Twitter, YouTube, dan Facebook.

Cuitan Ferdinand yang dilaporkan adalah, 'Hebat juga si caplin, bawa duit sekoper ke Arab, bayar ini itu beres semua. Agenda politik 2022 menuju 2024 sudah dipanasi lebih awal. Tampaknya presiden akan sangat disibukkan oleh kegaduhan rekayasa caplin demi anak emasnya si asu pemilik bus edan'.

"Itu kan buktinya dilaporkan oleh keluarganya Pak JK juga," kata Mahfud. 

Selain dua individu itu, keluarga JK juga melaporkan calon Wali Kota Makassar, Danny Pomanto. Kali ini pelaporan dibuat putranya, Solihin Kalla ke Polda Sulawesi Selatan pada 5 Desember 2020. Danny dinilai telah mencemarkan nama baik JK karena dikaitkan dengan kasus Edhy Prabowo dalam sebuah rekaman suara tersebar.

"Gak apa-apa melapor, kan nanti polisi akan melihat apakah ada unsur kriminalnya atau tidak," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Jokowi Minta Masyarakat Kritik Pemerintah, Begini Reaksi JK

Topik:

  • Ilyas Listianto Mujib

Berita Terkini Lainnya