Survei Indikator: TNI Lebih Dipercaya Publik, Parpol Makin Ditinggal
Ada 90 persen responden sangat percaya pada TNI
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Indikator Politik Indonesia (IPI) kembali mengeluarkan hasil survei yang menempatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai lembaga yang paling dipercaya publik. Hasil survei menunjukkan 90 persen responden percaya terhadap kemampuan TNI, bahkan tingkat kepercayaan responden pada TNI jauh melampaui presiden yakni 82 persen.
Sementara, ada tujuh persen responden yang hanya sedikit percaya pada institusi TNI. Sedangkan, sebanyak 15 persen responden tidak begitu mempercayai presiden.
Hasil survei ini serupa dengan rilis yang diumumkan pada 7 Mei 2021, namun angka tingkat kepercayaan pada TNI pada September 2021 meningkat dibandingkan Mei lalu. Sebanyak 72 persen yang menyatakan rasa kepercayaannya kepada TNI pada Mei lalu.
Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi mengatakan, potret TNI sebagai institusi yang paling dipercaya publik sudah konsisten terlihat sejak 2004.
"Sejak TNI komit untuk menjaga profesionalisme militer dan menjaga jarak dari urusan politik praktis, citranya terus membaik," ungkap Burhanuddin kepada IDN Times melalui pesan pendek pada 6 Mei 2021.
Hal itu, kata Burhanuddin, berbeda dengan Polri yang terlibat urusan keamanan dan lalu lintas. "TNI tidak bersentuhan dengan urusan masyarakat, sehingga tak menimbulkan rasa tidak puas," tutur dia.
Meski TNI tetap jadi institusi yang paling dipercayai publik, tingkat kepercayaan terhadap militer menurun. Sebagai contoh, pada Februari 2020, tingkat kepercayaan publik terhadap TNI mencapai 95,4 persen, tetapi sejak Mei hingga Juli 2020, angka tersebut turun hingga 85 persen.
Lalu, tingkat kepercayaan terhadap TNI kembali naik sejak September 2020 sampai Februari 2021 dengan angka perolehan terakhir 89,9 persen. Di sisi lain, menurut peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, makin tingginya tingkat kepercayaan publik pada TNI malah bisa menimbulkan masalah baru. Mengapa demikian?
Baca Juga: Survei Indikator: TNI Lebih Dipercaya Publik Dibandingkan Presiden
1. TNI terus menggunakan media sosial untuk bangun citra humanis sejak reformasi
Menurut Fahmi, sejak pasca-reformasi, TNI coba memperbaiki citranya agar terlihat lebih humanis. Citra tersebut salah satunya dibangun menggunakan media sosial dan kini upaya tersebut berhasil.
Tapi di sisi lain, Fahmi menilai, TNI tidak perlu memperbaiki citranya. Sebab, mereka jarang bersentuhan dengan publik lantaran bukan lembaga pelayanan publik.
"Ini kan alat kekerasan negara. TNI punya kewenangan dan mandat konstitusional untuk melakukan kekerasan atas nama negara. Kekerasannya tapi yang proper seperti misalnya terhadap kelompok kriminal bersenjata di Papua atau kelompok teroris di Poso," ungkap Fahmi ketika dihubungi IDN Times melalui telepon pada Senin (27/9/2021).
Ia menilai kepercayaan publik seharusnya tidak fokus pada TNI. Sebab, TNI bukan lembaga pelayanan publik atau birokrasi yang wajib meraih citra positif dari masyarakat.
Namun, TNI justru tetap mengeluarkan anggaran khusus untuk membangun citra tersebut. Fahmi mencontohkan dalam aksi demonstrasi, TNI kerap dipersepsikan sebagai pihak yang kerap membagikan nasi bungkus, air minum atau pengobatan kepada para demonstran. Di sisi lain, polisi dicitrakan kerap melakukan tindak kekerasan kepada demonstran.
"Akhirnya citra yang muncul di konten-konten kan jadi kontras antara TNI dengan Polri," tutur dia.
Editor’s picks
Fahmi menambahkan, TNI sukses membangun propaganda. Sehingga, ketika ada narasi prajurit TNI mendukung upaya penyitaan tanah milik warga atau diduga terlibat dalam kekerasan di Papua, tak menggoyahkan kepercayaan publik pada TNI.
Baca Juga: Catatan KontraS: 7 Jenderal TNI Rangkap Jabatan Jadi Komisaris BUMN