Vaksin Mandiri yang Libatkan Swasta Bisa Picu Kesan Diskriminatif
Pemerintah rilis vaksin mandiri 2 bulan usai vaksin gratis
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Pemberian vaksin COVID-19 mandiri yang melibatkan perusahaan swasta rupanya bukan sekadar wacana. Dalam rapat dengar pendapat dengan komisi VI DPR, Menteri BUMN Erick Thohir bahkan menyebut vaksin mandiri bisa direalisasikan satu hingga dua bulan selang vaksin gratis yang dilakukan oleh pemerintah.
"Jadi, saat ini kami tetap mengutamakan vaksin gratis, baru nanti setelah itu vaksin mandiri. Kami juga memberlakukan catatan yaitu merek vaksinnya tidak sama dengan yang diberikan saat ini, supaya tidak bercampur," ungkap Erick ketika berbicara di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Rabu, 20 Januari 2021.
Mantan ketua tim sukses Jokowi-Ma'ruf Amin itu juga tak menampik vaksin mandiri juga dibutuhkan. Oleh sebab itu, Erick juga membuka pembicaraan secara langsung baik di DPR dan di kementerian lain.
Sementara, hari ini, dalam forum CEO Kompas, Presiden Joko "Jokowi" Widodo secara blak-blakan mengakui kerap dihubungi oleh para pengusaha. Mereka bertanya apakah dimungkinkan untuk melakukan vaksinasi mandiri.
"Kita perlu mempercepat, perlu sebanyak-banyaknya (sumber daya untuk vaksinasi) apalagi biayanya ditanggung perusahaan sendiri. Kenapa tidak?" tanya Jokowi pada Kamis (21/1/2021).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan menyampaikan pernyataan senada dengan Erick yakni vaksin COVID-19 yang diberikan kepada perusahaan swasta mereknya berbeda dengan vaksin gratis. Begitu juga tempat dilakukannya vaksinasi akan berbeda. "Sekali lagi harus kita kelola isu ini dengan baik," tutur dia lagi.
Namun, dalam pandangan sosiolog bencana dari Nanyang Technological University (NTU), Sulfikar Amin, niat pemerintah untuk melibatkan swasta dalam pengadaan vaksin mandiri menimbulkan tanda tanya besar. Salah satunya mengenai pasokan vaksin.
"Sekarang, yang jadi pertanyaan, supply vaksin (yang akan dimiliki oleh perusahaan swasta) itu dari mana? Karena saat ini perusahaan farmasi sedang fokus untuk memenuhi permintaan pemerintah dari berbagai negara," ujar Sulfikar kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini.
Apa yang harus menjadi catatan bagi pemerintah bila ingin menggandeng swasta dalam proses vaksinasi COVID-19?
Baca Juga: Muncul Petisi Mendesak agar Vaksin COVID-19 Gratis, Ini Alasannya
1. Perusahaan swasta diduga akan ambil pasokan vaksin COVID-19 dari pemerintah
Sulfikar menduga perusahaan swasta akan mengambil jatah vaksin yang sudah dibeli secara resmi oleh pemerintah dari perusahaan farmasi. "Nanti, vaksin ini akan dijual ke warga yang memiliki biaya, tapi gak mau antre," kata pria yang merupakan pengajar di salah satu kampus di Singapura itu.
Ia menilai kecil kemungkinan pihak swasta akan memesan langsung ke perusahaan farmasi. Sebab, selain pemesanan harus dilakukan dalam jumlah dosis yang sangat besar juga dibutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Jadi, (beli vaksin) gak bisa ketengan (sedikit). Kalau mau PO (vaksin) juga rumit karena prosedurnya tidak mudah," tutur dia.
Seandainya swasta mampu membeli vaksin COVID-19 langsung dari perusahaan farmasi masalah tidak lantas rampung. Sebab, untuk proses pendistribusian juga dibutuhkan alat pendingin untuk menyimpan vaksin. Harga lemari pendingin itu juga tidak murah.
"Swasta kan gak semua punya infrastruktur. Paling nanti minjam (fasilitas) ke pemerintah," ujarnya lagi.
Baca Juga: Menkes Budi Buka-bukaan Bicara soal Penanganan Pandemik COVID-19 di RI