TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Wakil Ketua MPR: Indikator Kematian Jangan Dihapus, Tapi Diperbaiki

Pemerintah berdalih data kematian dari daerah tak real time

Suasana TPU Rorotan pada Jumat (9/7/2021). (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua MPR dari fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyesalkan kebijakan pemerintah yang memilih untuk menghapus angka kematian dari indikator penentuan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Meski penghapusan angka kematian itu bersifat sementara, tetapi dampaknya fatal. Ia pun mendesak pemerintah agar segera memperbaiki data kematian bukan malah menghapusnya. 

"Bila masalahnya ada di angka kematian yang tidak update maka seharusnya kualitas datanya yang ditingkatkan, bukan data kematiannya yang tidak digunakan sebagai indikator dalam menentukan level dari PPKM," ungkap Syarief dalam keterangan tertulis pada Jumat (13/8/2021). 

Ia kemudian mengacu kepada data dari Satgas Penanganan COVID-19 pada Selasa, 10 Agustus 2021 lalu. Di hari pertama perpanjangan PPKM level 4, angka kematian harian mencapai 2.048 kasus sehingga total kematian akibat COVID-19 di Indonesia mencapai 110.619. 

Sementara, kasus harian positif di hari yang sama mencapai 32.081 dari 99.387 orang yang dites. Angka tersebut, menurut Syarief yang dijadikan acuan dalam menentukan level PPKM di seluruh area di Indonesia. Data itu, kata Syarief, juga bisa dijadikan petunjuk untuk membenahi penanganan pandemik di wilayah yang memiliki kasus harian dan kematian yang tinggi. 

"Dari angka kematian, kita dapat mengetahui seberapa besar dampak dari penyebaran COVID-19 di daerah-daerah. Sehingga, kita bisa mengambil sikap untuk melakukan berbagai pembatasan sesuai dengan perkembangan angka kematian dan positif harian," tutur dia lagi. 

Lalu, apa langkah Kementerian Kesehatan setelah dikritik banyak pihak menghapus angka kematian dari indikator penentuan level dalam PPKM?

Baca Juga: Deretan Proyek Besar Anies di Tengah Pandemik COVID-19

Baca Juga: Alasan Pemerintah Hapus Data Kematian dari Indikator Penanganan COVID

1. Langkah pemerintah hilangkan angka kematian tanda tak mampu kendalikan pandemik COVID-19

Ilustrasi Tes Usap/PCR Test. IDN Times/Hana Adi Perdana

Lebih lanjut, pria yang pernah menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UMKM itu mengatakan langkah pemerintah yang menghapus justru menandakan ketidakmampuan mereka dalam mengatasi pandemik COVID-19. Selain itu, pemerintah pusat juga dinilai  kurang mampu membangun komunikasi dengan daerah, dan tidak memiliki sistem database satu pintu terkait COVID-19 di daerah. "Alhasil, data kematian tidak jadi tidak update," kata Syarief. 

Ia juga mengingatkan pemerintah agar juga menggenjot tes COVID-19. Sebab, jumlah orang yang dites setiap harinya juga menjadi indikator penting bagi kebijakan pelonggaran atau pembatasan selanjutnya.

Ia pun menyentil pemerintah jumlah orang yang dites jangan dikurangi. Pernyataan itu disampaikan oleh Syarief sebab data pada jumlah orang yang dites pada 9 Agustus 2021 lalu malah menurun drastis, di bawah 100 ribu orang. 

"Padahal, kita perlu memperbanyak testing untuk bisa memutus laju penyebaran dan melokalisir COVID-19 sehingga tidak terus menerus menyebar dari satu wilayah ke wilayah lainnya," kata pria yang juga menjabat sebagai anggota Majelis Tinggi partai berlambang bintang mercy itu. 

Ia menambahkan pemerintah pernah sesumbar berkeinginan untuk menggenjot tes hingga 500 ribu orang per hari. Namun, angka itu tidak pernah tercapai. 

2. Kemenkes minta langsung data dari semua rumah sakit di daerah

Ilustrasi tenaga medis. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Sementara, Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi pernah menjelaskan angka kematian dikeluarkan dari indikator penentuan level PPKM lantaran bukan data real time. Juru bicara Kemenko Marves, Jodi Mahardi menepis angka kematian bukan dihapus, tetapi tidak dipakai sementara waktu. 

Menurut Jodi, data yang diterima oleh pemerintah pusat dari daerah merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu terakhir. Akibatnya, menjadi distorsi atau bias dalam penilaian penurunan atau memperketat level pada PPKM.

Meski tanpa data yang komplit itu, pemerintah malah memutuskan untuk menurunkan status PPKM dari level 4 ke level 3 pada 26 kabupaten atau kota. Menko Luhut malah mengklaim penurunan tersebut sebagai bentuk perbaikan penanganan COVID-19. 

Kementerian Kesehatan kemudian mengambil langkah intervensi. Caranya, rumah sakit di daerah harus langsung melaporkan data ke pemerintah pusat secara real time. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Siti Nadia Tarmizi mengatakan dengan begitu, maka data tersebut tidak lagi harus melalui proses verifikasi berjenjang di daerah. 

"Dengan intervensi ini, jadi datanya langsung terlapor di data pusat. Tidak ada proses verifikasi ulang di kabupaten/kota dan provinsi," kata Nadia ketika dihubungi pada Jumat (13/8/2021). 

Dengan cara ini, diharapkan tidak ada lagi perbedaan data antara pemerintah pusat dan daerah. 

Baca Juga: [BREAKING] Angka Kematian Akibat COVID-19 di RI Tembus 100 Ribu

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya