Wasekjen Demokrat Balas Ucapan Luhut: Hasil Investasi Terasa Kampungan
Jansen pun mengaku terganggu dengan pernyataan Luhut
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, menanggapi kritik kampungan yang dilayangkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, kepada Ketua Umum Partai Domokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Dalam wawancara program Rosi, Luhut mengomentari tuduhan AHY terkait Peninjauan Kembali (PK) Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA) sebagai pernyataan kampungan.
Sebelumnya, AHY pernah berpidato Moeldoko tidak menyerah untuk merebut Partai Demokrat. Kali ini dengan mengajukan PK ke MA.
Jansen pun mengaku terganggu dengan pernyataan Luhut yang disampaikan secara langsung di stasiun Kompas TV.
"Menurut saya, kata Anda ini untuk ketua umum kami, Mas AHY, tidak tepat. Kami terganggu dengan kata-kata Anda tersebut karena selama beberapa tahun terakhir, kami berjuang mempertahankan partai kami dari rongrongan Moeldoko," cuit Jansen di akun media sosialnya, Sabtu (22/7/2023).
Ia pun mewanti-wanti Luhut agar sebaiknya fokus mengurus tugasnya saja sebagai Menko Marves dan Investasi. Sebab, ada banyak prospek investasi yang hingga kini, kata Jansen, yang belum terwujud. Salah satunya memboyong Tesla ke Tanah Air.
"Di mana banyak juga hasilnya yang terasa kampungan," tutur dia.
Baca Juga: Wasekjen: Putusan Jhoni Allen Harusnya Jadi Dasar MA Tolak PK Moeldoko
1. Demokrat sudah desak Istana untuk reshuffle Moeldoko tapi tak digubris
Lebih lanjut, kata Jansen, Demokrat sudah mendesak Presiden Joko "Jokowi" Widodo agar segera mengganti Moeldoko dari posisi Kepala Staf Presiden (KSP). Sebab, selaku pejabat di lingkar Istana, Moeldoko justru ingin mengambil alih partai yang tidak ikut ia dirikan. Moeldoko diketahui tidak pernah menjadi kader di parpol berlambang mercy putih tersebut.
"Saya pribadi selaku kader dan pengurus Demokrat dalam banyak kesempatan tidak pernah jemu meminta itu. Tujuannya, agar pemerintah termasuk presiden terhindar dari tuduhan yang macam-macam. Namun, faktanya, sampai sekarang ia justru tetap dipertahankan," kata dia.
Menurut Jansen, dengan tetap membiarkan seorang begal atau copet berada di lingkar dekat Istana, menandakan pemerintahan yang berkuasa saat ini lah yang sesungguhnya kampungan.
Ia pun menyarankan kepada mantan jenderal di Kopassus itu agar menanyakan kepada Moeldoko apakah dia memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) Demokrat. Apalagi Luhut sering bertemu Moeldoko pada rapat kabinet.
"Kalau dia tidak punya KTA atau pernah jadi kader Demokrat, terus apa dasar dia terus ingin jadi Ketum Demokrat? Pengganggu ini namanya! Istilah sekarang itu begal!" tutur dia.
Baca Juga: Demokrat Temukan Fakta Baru PK Moeldoko: Legal Standing Tidak Jelas