PSI Usul dalam RUU TPKS Ada Ketentuan Korban Tidak Dilaporkan Balik
PSI ingin RUU TPKS jadi UU yang hadirkan rasa aman dan adil
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie mengatakan, partainya terus mengamati dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
"PSI terus mengamati dinamika dalam pembahasan pasal per pasal RUU TPKS, yang mungkin saja malah mengurangi tujuan utama RUU TPKS ini," kata Grace di Jakarta, seperti dikutip dari ANTARA, Minggu (3/4/2022).
Menurut Grace, tujuan RUU TPKS tentu soal perlindungan terhadap korban kekerasan seksual yang rentan dalam sistem hukum dan penegakan hukum, dengan perspektif mengutamakan kepentingan terbaik korban.
Baca Juga: Ada Tambahan Alat Bukti Kasus Kekerasan Seksual di RUU TPKS, Apa Saja?
1. PSI usul RUU TPKS jadi UU yang hadirkan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum
PSI, kata Grace, mempelajari secara saksama draf RUU TPKS yang sedang dibahas di DPR. Partainya juga menyampaikan sejumlah usul dan saran untuk RUU TPKS, agar tetap berpihak pada korban.
"Berangkat dari sana, sejumlah usul dan saran diajukan. LBH PSI, Direktorat Perempuan dan Anak DPP PSI, serta Komite Solidaritas Pelindung Perempuan dan Anak DPP PSI terlibat dalam proses ini," ucapnya.
PSI mengusulkan agar RUU TPKS menjadi undang-undang yang mampu menghadirkan rasa aman dan keadilan serta kepastian hukum, pencegahan kekerasan seksual, dan perlindungan, penanganan, dan pemulihan terhadap korban kekerasan seksual.
Beberapa usulan yang disampaikan, pertama terkait jenis tindak pidana kekerasan seksual. PSI mengusulkan agar RUU TPKS mengatur tindak pidana, perkosaan, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, termasuk pemaksaan perkawinan terhadap korban dengan alasan menutup aib yang makin memperburuk kondisi psikis korban.
Kemudian mengatur tindak pidana pemaksaan aborsi, dan kekerasan seksual berbasis gender secara online, seperti revenge porn.
"Kami mendorong agar pidana perkosaan tetap masuk, meskipun Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga menyertakan hal ini," kata dia.
Kedua, terkait pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan, penanganan, perlindungan, dan pemulihan. PSI mengusulkan agar biaya visum et repertum, visum et repertum psychiatricum, serta pemeriksaan dan perawatan pemulihan korban kekerasan seksual dan/atau layanan kesehatan lainnya yang diperlukan korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, menjadi tanggung jawab pemerintah dan dapat diakses melalui BPJS Kesehatan.
Baca Juga: ICJR Minta Cabut Pasal 27 Ayat 1 UU ITE di RUU TPKS