TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komnas HAM: Terjadi Penggunaan Kekuatan Berlebihan oleh Polda di Wadas

Komnas HAM lakukan investigasi konflik Wadas

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) memasang spanduk saat melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil investigasinya terkait proyek pembangunan bendungan dan tambang batu andesit di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dari hasil investigasi di lapangan, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengungkapkan, ada penggunaan kekuatan secara berlebih oleh Polda Jawa Tengah di Wadas.

“Pada tanggal 8 Februari 2022 dilakukan upaya pengukuran lahan pada bidang warga yang telah setuju untuk dibebaskan sebagai lokasi penambangan quarry. Dalam konteks pengukuran tersebut, terjadi penggunaan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force) oleh aparat kepolisian Polda Jawa Tengah,” kata Beka dalam keterangan persnya yang disiarkan di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI, Kamis (24/2/2022).

Baca Juga: Kisah Panjang Perjuangan Warga Wadas Tolak Tambang Batu

1. Konflik Wadas disebut abaikan hak masyarakat untuk setuju atau tidak ada proyek

Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam (kiri) menunjukkan barang bukti berupa bagian CCTV dalam konferensi pers perkembangan penyelidikan dan hasil temuan Komnas HAM RI atas peristiwa kematian enam laskar FPI di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (28/12/2020) (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Untuk merespons terjadinya peristiwa tersebut, ujar Beka, Komnas HAM membentuk tim pemantauan dan penyelidikan untuk melakukan investigasi. Dari hasil investigasi tersebut, Komnas HAM memiliki beberapa kesimpulan.

Kesimpulan pertama adalah pengabaian hak free, prior and informed consent atau hak masyarakat untuk memberikan persetujuan dan tidaknya atas proyek quarry batuan andesit di wilayahnya.

“Kedua, minimnya sosialisasi informasi akurat dari pemerintah dan pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana proyek, dampak, dan tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar warga maupun warga dengan pemerintah,” ucap Beka.

2. Konflik Wadas dinilai picu kerenggangan hubungan sosial antar warga desa

Warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (GEMPADEWA) melakukan aksi damai di depan kantor Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (6/1/2022) (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Kesimpulan ketiga, terjadi kerenggangan hubungan sosial antar warga Desa Wadas dan kelompok yang pro dan kontra penambangan.

“Pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan,” jelas Beka.

Kesimpulan kelima yang dipaparkan oleh Beka yaitu, terjadi pengabaian hak perlindungan integritas personal warga negara dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya.

“Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas,” terang Beka.

3. Peristiwa Wadas membuat masyarakat alami luka fisik dan traumatik

Seorang anak laki-laki duduk di sebuah pos kamling yang ada di Desa Wadas, Bener, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022) (ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah)

Lalu, kesimpulan ketujuh, Beka menyampaikan, ada pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum dan jaminan masa depan, untuk tidak terlibat menyaksikan dan mengalami tindakan berlebih aparat kepolisian.

“Masih terdapat pengabaian atau tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh kepolisian. Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan,” ucap Beka.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya