TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pakar Hukum: Typo di UU Cipta Kerja Jangan Dikerdilkan!

Kesalahan administrasi bisa berakibat fatal

UU Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Jokowi (Website/setneg.go.id)

Jakarta, IDN Times - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyoroti kesalahan-kesalahan teknis yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang telah ditandatangani Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Menurut dia, kesalahan teknis tersebut tidak bisa dianggap sepele karena bisa berakibat fatal.

"Kalau tidak diubah, sebagaimana adanya sekarang, jelas memengaruhi implementasi. Kalau rujukannya tidak ada, bagaimana bisa digunakan?" kata Bivitri saat dihubungi IDN Times, Selasa (3/11/2020).

Baca Juga: Jokowi Teken Omnibus Law Cipta Kerja, Ini Isi Lengkapnya!

1. UU Cipta Kerja jangan sampai berakhir seperti kasus UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

UU Cipta Kerja yang telah diteken oleh Presiden Jokowi (Website/setneg.go.id)

Bivitri memberikan contoh tentang kasus permohonan pengujian Pasal 116 ayat (4) Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda). Dalam kasus tersebut, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan pengujian pasal tersebut.

Dalam putusannya, MK membatalkan frasa “sebagaimana dimaksud pasal 83” dalam Pasal 116 ayat (4) UU Pemda itu. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan alasan pemohon mengajukan pengujian konstitusional terhadap frasa ”sebagaimana dimaksud dalam pasal 83” dalam Pasal 116 ayat (4) UU Pemda lantaran salah merujuk pasal.

Sebab, Pasal 83 bukan mengenai larangan terhadap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam jabatan negeri, dan kepala desa untuk membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye, melainkan mengatur mengenai dana kampanye.

Berkaca dari kasus tersebut, Bivitri mengatakan, UU Cipta Kerja juga bisa berakhir seperti itu jika hanya karena adanya typo atau kesalahan ketik saja.

"Sebagai contoh pernah juga salah ketik rujukan pasal UU Pemda yang di-JR (judicial review) di MK. Mirip dengan yang Pasal 6 UU Ciptaker. Diajukan ke MK dan dikabulkan oleh MK," ujar dia.

2. Kesalahan administrasi jangan dianggap enteng

Demonstran mengikuti aksi jalan kaki menuju Istana Merdeka di Jalan Salemba, Jakarta, Selasa (20/10/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Oleh karena itu, Bivitri mengingatkan, jangan sampai urusan administrasi dianggap kesalahan kecil. Sebab, hal itu juga bisa berakibat fatal.

"Jangan dikerdilkan, seakan-akan ini urusan administrasi. Dalam hukum, suatu pasal harus diterapkan dengan ketat sesuai bunyinya. Makanya kalau belajar hukum, kami harus belajar metode-metode penafsiran, supaya tidak asal-asalan dalam menerapkan pasal," tutur dia.

3. Kesalahan ketik di UU Cipta Kerja disebut tidak berpengaruh pada implementasi

Menteri Sekretariat Negara RI, Pratikno (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Sementara, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengakui terkait naskah UU Cipta Kerja memang sempat ditemukan beberapa kesalahan teknis. Namun, dia menyebut, hal itu tidak berpengaruh pada implementasi undang-undang tersebut.

"Hari ini kita menemukan kekeliruan teknis penulisan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun kekeliruan tersebut bersifat teknis administratif, sehingga tidak berpengaruh terhadap implementasi UU Cipta Kerja," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Selasa.

Pratikno berharap kesalahan teknis yang terjadi menjadi catatan Setneg agar lebih baik lagi ke depan. "Kekeliruan teknis ini menjadi catatan dan masukan bagi kami untuk terus menyempurnakan kendali kualitas terhadap RUU yang hendak diundangkan, agar kesalahan teknis seperti ini tidak terulang lagi," ujar dia.

Baca Juga: Mensesneg Pratikno: Typo di UU Cipta Kerja Tak Pengaruhi Implementasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya