Setahun Jokowi-Ma'ruf: 2 Isu Ini Bikin Publik Tak Puas pada Pemerintah
Pak Jokowi diminta dengarkan aspirasi rakyat ya...
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Hari ini, Selasa (20/10/2020), genap setahun perjalanan Presiden Joko "Jokowi" Widodo memimpin Indonesia pada periode kedua, bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Mengenai evaluasi kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf sejak dilantik 20 Oktober 2019, Litbang Kompas merilis survei tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kepemimpinan mereka selama setahun ini.
Berdasarkan survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 14-16 Oktober 2020 terhadap 529 responden di 80 kota dan kabupaten di 34 provinsi itu, ternyata hanya 39,7 persen masyarakat yang puas dengan kepemimpinan atau kinerja Jokowi-Ma'ruf. Sementara, 46,3 persen lainnya menyatakan tidak puas.
Mengenai survei tersebut, Direktur Eksekutif Indonesia Politican Review (IPR) Ujang Komarudin mengatakan, angka 46,3 persen cukup tinggi untuk tingkat ketidakpuasan. Namun, ia meyakini ketidakpuasan masyarakat harusnya lebih besar dari angka tersebut.
"Kalau surveinya lebih objektif lagi bisa makin banyak yang tak puas, 46 persen merupakan angka yang tinggi dalam hal ketidakpuasan," kata Ujang saat dihubungi IDN Times, Selasa (20/10/2020).
1. Salah satu yang membuat masyarakat tidak puas, karena pemerintah membuat kebijakan yang tidak pro rakyat
Ujang menjelaskan, terdapat banyak faktor yang menyebabkan masyarakat tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf selama setahun ini. Salah satu alasannya karena pemerintah tidak banyak membuat kebijakan yang pro rakyat.
"Pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin tak aspiratif atas keinginan rakyat. Membuat kebijakan yang tak pro rakyat. Seperti revisi Undang-Undang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), revisi Undang-Undang Minerba (Pertambangan Mineral dan Batubara), kenaikan iuran BPJS, dan menetapkan Undang-Undang Ciptaker yang merugikan rakyat," ujar Ujang.
Dia menegaskan bahwa aturan dan undang-undang yang dibuat pemerintah justru untuk kepentingan para elite. "Undang-undang banyak dibuat untuk kepentingan elite. Bukan untuk kepentingan rakyat. Wajar jika rakyatnya tak puas," tutur Ujang.