TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Soal Jabatan 3 Periode, Fadjroel: Jokowi Tak Akan Khianati Konstitusi

Fadjroel sebut Jokowi lahir dari konstitusi

Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman, memberikan keterangan pers di Kompleks Istana Negara, Senin 18 November 2019 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Jakarta, IDN Times - Juru Bicara Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Fadjroel Rachman, menegaskan bahwa Jokowi tidak menginginkan adanya jabatan presiden tiga periode. Dia mengatakan Jokowi merupakan presiden yang lahir dari reformasi. Sehingga, kata dia, Presiden Jokowi tak ingin mengkhianati reformasi.

"Presiden sebagai orang yang lahir dari reformasi, beliau dua kali jadi wali lota, satu kali jadi gubernur dan dua kali jadi presiden, beliau mengatakan bahwa beliau adalah buah atau anak dari reformasi. Jadi tidak mungkin Presiden Joko Widodo mengkhianati konstitusi maupun mengkhianati reformasi," ujar Fadjroel di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Selasa (28/9/2021).

Baca Juga: PDIP Tegaskan Tidak Mendukung Jabatan Presiden 3 Periode

Baca Juga: Bamsoet Bantah Amandemen UUD 1945 Bakal Ubah Masa Jabatan Presiden

1. Jokowi menghormati konstitusi di mana presiden dipilih 2 periode

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman. (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)

Menurut Fadjroel, Jokowi sendiri sudah menegaskan tak setuju dengan wacana jabatan presiden tiga periode. Dia menuturkan, Jokowi menghormati konstitusi UUD 1945 di mana presiden hanya dipilih dua periode.

"Isu tentang wacana tiga periode dan kemudian perpanjangan masa jabatan presiden itu sudah dibantah secara langsung oleh Presiden Joko Widodo. Baik pada pertemuan dengan wartawan tahun 2019 dan tahun 2021. Dan terakhir sudah dibantah lagi oleh beliau pada pertemuan dengan para pimred," ujar Fadjroel.

2. Fadjroel sebut perdebatan soal jabatan presiden 3 periode adalah bagian demokrasi

Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Terkait perdebatan soal jabatan presiden tiga periode, Fadjroel meminta agar perdebatan itu tetap terjadi karena bagian dari demokrasi.

"Kami juga ingin mengatakan bahwa perdebatan itu tentu tidak bisa dihalangi. Pasal 28 mengatakan adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikirannya secara tertulis maupun tidak tertulis. Jadi itu biarkan saja menjadi wacana perdebatan di wilayah publik untuk meyakinkan bahwa demokrasi memang berjalan di Indonesia," ujar Fadjroel.

Baca Juga: Survei: Mayoritas Masyarakat Tolak Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya