Bamsoet Bantah Amandemen UUD 1945 Bakal Ubah Masa Jabatan Presiden

Sejumlah parpol juga ingin ajukan capres dalam Pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengaku tidak tahu, dari mana wacana untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode berembus. Pria yang akrab disapa Bamsoet itu malah mengatakan, lebih banyak mudarat ketimbang manfaat yang bakal diperoleh publik bila masa jabatan presiden ditambah. 

"Jadi, sebaiknya hentikan menggoreng atau menggulirkan wacana seolah-olah kami ingin menambah periodisasi (masa jabatan presiden) sehingga menjadi tiga periode. Kita harus ingat sejarah, bahwa (masa jabatan presiden) dua periode sudah paling tepat," ujar Bamsoet di dalam diskusi virtual dengan topik 'Presiden Tiga Periode: Antara Manfaat dan Mudarat' yang digelar, Senin (13/9/2021). 

Namun, politikus Partai Golkar itu tak menampik bila amandemen UUD 1945 secara terbatas tetap dibutuhkan. Khususnya yang menyangkut arah pembangunan negara yang kemudian dikenal sebagai Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Ia mengatakan, PPHN merupakan rekomendasi dari MPR yang telah diajukan sejak 2009 lalu. 

Kemudian, Badan Pengkajian MPR melakukan kajian terkait substansi dan bentuk hukum PPHN. Akhirnya, hasil kajian itu dilaporkan pada 18 Januari 2021 lalu ke MPR. 

"Salah satu isi laporan pengkajian soal bentuk hukum yakni melalui satu ketetapan MPR, kedua melalui UUD 1945 dan ketiga, cukup hanya melalui UU," kata dia lagi. 

"Tetapi, Badan Kajian juga menyampaikan idealnya PPHN dimasukan ke dalam Tap MPR. Bila itu yang disepakati, maka harus dilakukan amandemen terbatas," ungkapnya. 

Apakah publik bisa memegang janji Bamsoet bahwa amandemen terbatas UUD 1945 tidak akan ikut mengubah soal masa jabatan presiden?

1. Bamsoet tegaskan MPR tidak pernah bahas soal perpanjangan masa jabatan presiden

Bamsoet Bantah Amandemen UUD 1945 Bakal Ubah Masa Jabatan PresidenANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Di dalam forum itu, Bamsoet mengatakan bila amandemen terbatas nantinya bisa diwujudkan, maka yang diubah hanya dua hal. Pertama, MPR akan menambah ayat di Pasal 3 yaitu memberikan kewenangan kepada MPR untuk menetapkan PPHN. Kedua, memberikan kewenangan bagi DPR untuk menolak RAPBN pemerintahan yang sedang berjalan bila tidak sesuai dengan PPHN. 

"Hanya itu. Tidak ada sedikit pun pembicaraan atau pembahasan penambahan masa periode atau perpanjangan masa jabatan," kata dia. 

Meski begitu, Bamsoet bisa memahami ada kekhawatiran dari publik ketika UUD 1945 akan diamandemen secara terbatas. Sebab, sejumlah pihak kemudian memanfaatkan momen tersebut untuk ikut menggelindingkan isu perpanjangan masa jabatan presiden. 

"Wacana amandemen terbatas juga diibaratkan seperti membuka kotak pandora, di mana momentum amandemen akan berpotensi adanya agenda sisipan yang bisa memicu hiruk pikuk dan menganggu stabilitas politik nasional," tutur Bamsoet lagi. 

Maka, ia kembali menegaskan bahwa MPR tidak pernah membahas untuk melakukan amandemen terhadap Pasal 7 di dalam UUD 1945, yang mengatur masa jabatan presiden dan wapres. "Kami tidak pernah juga membahas isu itu dalam rapat pimpinan, rapat-rapat dengan alat kelengkapan MPR atau pun rapat gabungan pimpinan MPR dengan fraksi," ujarnya. 

Baca Juga: Koalisi Pendukung Pemerintah Makin Gemuk, Amandemen UUD Kian Mudah

2. Bamsoet sebut perubahan UUD 1945 tidak dapat dilakukan dengan sekejap

Bamsoet Bantah Amandemen UUD 1945 Bakal Ubah Masa Jabatan PresidenIlustrasi Gedung DPR di Senayan, Jakarta Pusat (IDN Times/Kevin Handoko)

Lebih lanjut, Bamsoet mengatakan, untuk mengubah suatu pasal di dalam UUD 1945 tidak mudah. Ia menjelaskan, bila ingin ada perubahan di dalam konstitusi maka harus diajukan minimal oleh 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul. 

"Mereka harus mengajukan secara tertulis dan ditandatangani langsung. Lalu, di dalam dokumen itu harus dicantumkan bagian mana di dalam UUD 1945 yang diusulkan harus diubah, disertai argumen dan alasannya," kata Bamsoet. 

Bila jumlah anggota MPR minimum sudah terpenuhi, maka perubahan itu harus dilalui melalui beberapa tahapan sesuai dengan ketentuan di tata tertib MPR. "Dengan demikian sedikit, bahkan sama sekali tidak ada peluangnya untuk menyisipkan gagasan amandemen di luar yang sudah diagendakan," tutur dia lagi. 

Ia juga menyebut, perubahan di dalam konstitusi itu baru terwujud bila rapat pengambilan keputusan dihadiri minimum 2/3 agar sesuai kuorum. Satu atau dua partai saja absen, maka rapat pengambilan keputusan tersebut bisa gagal. 

Tetapi, dalam sudut pandang Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon, justru momen saat ini memungkinkan kubu pemerintah melakukan apa pun. Di atas kertas, jumlah parpol pendukung pemerintah yang ada di DPR sangat gemuk. 

Dengan bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN), menyebabkan jumlah pendukung di parlemen mencapai 471 kursi atau 82 persen.

"Total kursi di MPR 711 kursi, 575 kursi DPR ditambah 136 kursi DPD. Untuk mengubah pasal-pasal di UUD, maka harus digelar sidang MPR dan dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR atau sebanyak 474 legislator atau senator," tulis Jansen di akun Twitternya, @jansen_jsp, yang dikutip 27 Agustus 2021 lalu. 

"Jadi, cukup butuh tambahan 3 kursi DPD lagi. Setelah itu, mau mengubah isi konstitusi yang mana pun pasti lolos. Termasuk perpanjangan masa jabatan (presiden) dan (presiden boleh menjabat) 3 periode," sambung dia. 

3. Tidak semua parpol sepakat dengan ide masa jabatan presiden diperpanjang satu periode

Bamsoet Bantah Amandemen UUD 1945 Bakal Ubah Masa Jabatan PresidenMenko Perekonomian Airlangga Hartarto (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Di forum itu, Bamsoet mengatakan, tidak semua parpol setuju dengan ide untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, beberapa parpol sudah tidak malu-malu lagi akan mengusung calon tertentu di Pemilu 2024. 

"Golkar misalnya, kami sudah sepakat calon kami adalah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. PDIP pasti punya calon, begitu juga dengan Partai Gerindra. Pertanyaan kemudian, apakah mungkin terbuka peluang untuk (menjabat) tiga periode," kata Bamsoet. 

Ia menyebut, dengan membatasi masa jabatan presiden dan wapres merupakan ikhtiar untuk menghindari pemerintahan yang otoriter. "Karena kekuasaan yang terus menerus dan bertahan lama bakal cenderung disalahgunakan," tutur dia lagi. 

Baca Juga: Istana Klaim Jokowi Ogah Tambah Masa Jabatan dan Pimpin RI 3 Periode

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya