TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jusuf Kalla: Ujian Nasional Harus Tetap Ada, Bahaya Kalau Dihapus 

Mendikbud Nadiem Makarim berencana menghapus UN di 2021

Rapat Senat Terbuka Universitas Negeri Padang, Anugerah Doktor Honoris Causa untuk Muhammad Jusuf Kalla, Kamis, 5 Desember 2019. IDN Times/Uni Lubis

Padang, IDN Times - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla bersikukuh pemerintah harus mempertahankan Ujian Nasional (UN) dalam sistem pendidikan. Tanpa UN, maka akan ada perbedaan standar kelulusan di berbagai wilayah Indonesia.

"Jika tidak ada standar nasional, tapi ada standar-standar yang berbeda, ini sangat berbahaya," kata JK dalam pidato penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa (DR HC)-nya dari Universitas Negeri Padang (UNP) pada Sidang Senat Terbuka UNP, Kamis 5 Desember 2019.

Dengan standar pendidikan yang berbeda, mutu berbeda, kata JK, maka akan tercipta gap atau kesenjangan mutu pendidikan dari satu daerah ke daerah lain.

"Jadi kenapa harus Ujian Nasional? Supaya standarnya sama, tidak ada lagi standar yang berbeda di antara provinsi atau daerah yang berbeda, sehingga pemerintah dapat memetakan dan membantu daerah dan sekolah yang kurang. Itulah esensi dasar mencerdaskan bangsa sesuai UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional," kata JK.

Baca Juga: Jusuf Kalla Terima Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Padang

1. UN meningkatkan mutu pendidikan Indonesia sejak 2003

Rapat Senat Terbuka Universitas Negeri Padang, Anugerah Doktor Honoris Causa untuk Muhammad Jusuf Kalla, Kamis, 5 Desember 2019. IDN Times/Uni Lubis

Diakui JK, di awal penerapan UN pada tahun 2003, banyak anak yang tidak lulus terutama di daerah. Namun dari tahun ke tahun tingkat kelulusan semakin tinggi walaupun di tahun 2015 UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan, melainkan untuk evaluasi mutu pendidikan nasional. "Ini perlu dikaji lagi, termasuk hasil UN menjadi syarat masuk perguruan tinggi," ujar JK.

Saat UN diterapkan, pemerintah mematok angka kelulusan 4, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura yang menetapkan angka kelulusan 7. Saat itu ada 18 persen siswa yang tidak lulus. Karena jika saat itu angka kelulusan ditetapkan 6, maka akan ada 40 persen anak yang tidak lulus.

"Kemudian tiap tahun dinaikkan 0,5 persen sampai nilai 6 seperti sekarang. Artinya, secara bertahap ada peningkatan mutu," tutur JK.

2. JK minta pemerintah tidak menyerah, jangan degradasi pendidikan kita

Rapat Senat Terbuka Universitas Negeri Padang, Anugerah Doktor Honoris Causa untuk Muhammad Jusuf Kalla, Kamis, 5 Desember 2019. IDN Times/Uni Lubis

Penciptaan standar dan peningkatan mutu pendidikan itu, JK menambahkan, ibarat meletakkan galah lompat tinggi. Di negara-negara lain, untuk meningkatkan prestasi, ketinggian galahnya secara bertahap ditambah. Sebaliknya dengan Indonesia, agar semua murid bisa melewati galah maka ketinggian galahnya diturunkan.

"Akibatnya kita hanya bisa melompati ketinggian 1,5 meter, sementara di negara lain sudah 2 meter," kata dia.

Karena itulah, JK menegaskan, ketinggian galah yang menjadi standar kelulusan anak harus ditingkatkan bertahap secara terus menerus. "Kita tidak boleh menyerah dengan membuat rendah ketinggian galah untuk kelulusan siswa. Jika ini dilakukan, kita telah mendegradasi pendidikan kita. Ujian Nasional mendorong anak belajar dan berusaha keras untuk lulus," kata dia.

Baca Juga: Fakta dan Sejarah Ujian Nasional, Sering Bikin Deg-Degan!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya