TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pacitan Berpotensi Gempa-Tsunami, BMKG Minta Kemensos Siap-Siap

Tinggi gelombang tsunami bisa mencapai 25-28 meter

Warga melakukan pencarian korban hilang tertimbun longsor di Desa Klesem, Pacitan, Jawa Timur, Kamis (20/11/2017) (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Jakarta, IDN Times - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut Kabupaten Pacitan, Jawa Timur berpotensi mengalami gempa. Selain itu, gempa juga berpotensi disertai tsunami diprakirakan bisa mencapai 25-28 meter.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan Kabupaten Pacitan dapat disebut sebagai zona merah karena dekat dengan teluk yang mengumpulkan tenaga gelombang tinggi serta letak episentrum gempa yang relatif dekat. Oleh karena itu, BMKG meminta Kementerian Sosial untuk melakukan antisipasi terhadap skenario terburuk potensi gempa dan tsunami tersebut.

Baca Juga: BPBD Pacitan Giatkan Lagi Simulasi Menghadapi Tsunami 

1. Prediksi bencana dibagi menjadi tiga warna zona

IDN Times/Margith Juita Damanik

Terdapat 10 kajian ilmiah terkait prediksi bencana di kawasan tersebut. Dwikorita menjabarkan peta Kabupaten Pacitan dengan tiga warna zona, yaitu merah, kuning dan hijau.

"Misalnya peta daerah Pacitan, Jawa Timur, warna merah menunjukkan gelombang tinggi 10-14 meter, semakin merah semakin tinggi pula gelombang, warna kuning gelombang 2-3 meter, serta warna hijau gelombang setengah meter," ujar Dwikorita dikutip dari ANTARA, Rabu (22/7/2021).

Ia juga menambahkan akses zona merah menuju zona hijau dalam kasus Kabupaten Pacitan kemungkinan tercepat melalui sungai yang mengalir. Jika terjadi tsunami, sungai tersebut berpotensi menambah dampak kerusakan wilayah.

Baca Juga: [BREAKING] Gempa M 6,2 di Blitar Terasa Hingga Pacitan

2. Membangun infrastruktur tahan gempa

Ilustrasi Infrastruktur (IDN Times/Arief Rahmat)

Agar penduduk di zona merah dapat mengevakuasi diri ke jalur zona hijau, Dwikorita meminta seluruh jajaran di daerah dapat membangun infrastruktur tahan gempa sebagai jalur evakuasi warga.

"Jangan sampai infrastruktur evakuasi tidak kuat menghadapi bencana seperti yang terjadi di Kota Palu, Sulawesi Tengah," kata Dwikorita.

Sebelumnya, ia mengatakan bahwa infrastruktur evakuasi warga di Palu sudah dipersiapkan sejak 2009-2015 untuk menghadapi situasi bencana alam. Namun karena tidak kuat menahan guncangan gempa, infrastrukur tersebut roboh.

Baca Juga: Mensos Risma Dianggap Rasis pada Papua, Begini Dalih Kemensos

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya