TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bagaimana Media Berpartisipasi dalam Pemberantasan Hoax di Medsos?

Berikut adalah tanggapan dari beberapa Pemred media daring

Diskusi Social Media Week di Senayan City, Kamis (14/11). IDN Times/Vamela Aurina

Jakarta, IDN Times - Pada era digital saat ini, tidak sedikit orang yang terhubung dengan internet dan memiliki akun media sosial. Banyak sumber informasi yang bisa diakses dengan mudah dan cepat melalui media sosial, tetapi tidak sedikit pula yang menyalahgunakan informasi tersebut untuk melakukan penyebaran hoax. 

“Saya kira benar bahwa hoax, miss-informasi, dan disinformasi berkembang biak luar biasa cepat,” ujar Editor in Chief Narasi Zen Rachmat Sugito, saat menjadi pembicara Social Media Week di Senayan City, Jakarta Selatan, pada Kamis (14/11).

Baca Juga: 6 Ciri Nyata Berita Hoaks yang Wajib Kamu Waspadai, Jangan Asal Sebar

1. Hoaks berkembang biak

Diskusi Social Media Week di Senayan City, Kamis (14/11). IDN Times/Vamela Aurina

Penyebaran hoax yang begitu cepat membuat verifikasi tidak dapat melampaui hoax. Zen mengatakan, hoax dianologikan layaknya pertumbuhan makanan seperti daya hitung satu hingga lima.

"Di lapangan baru sampai angka lima, penduduk sudah di angka 32. Saya kira analogi itu bisa dipakai, verifikasi mungkin baru lima kali, tapi hoax bisa 32 kali," ujar Zen

Tidak mudah dan bahkan hampir mustahil bagi media massa untuk membereskan seluruh hoax karena tugas media massa sendiri tidak hanya itu.Oleh karenanya, kembali lagi menjadi keputusan redaksi untuk hoax yang perlu ditangani terlebih dahulu.

2. Kepercayaan terhadap media jadi tanggungannya

Diskusi Social Media Week di Senayan City, Kamis (14/11). IDN Times/Vamela Aurina

Dalam media massa, media sosial juga digunakan sebagai pintu untuk publik datang mengunjungi website dari media massa tersebut dan membaca informasi di dalamnya.

Namun, menurut Editor in Chief Beritagar Dwi Setyo Irawanto hal, itu berbeda praktik di lapangan.

"Karena pengen stand out, pintunya jauh lebih berwarna dari pada isinya, pintunya gemerlap, isinya buram. Ini sebenarnya bisa jadi langkah bunuh diri untuk media. Isi yang ditawarkan di media sosial, jauh berbeda dari isi atau konten yang ada di website," ujar Dwi.

Dwi juga menambahkan hal ini dapat menghilangkan kepercayaan terhadap media itu sendiri dan dianggap bahwa media tersebut tidak jauh berbeda dengan pemilik akun media sosial yang tidak memiliki kredibilitas.

Baca Juga: Stop Hoax Festival, Cara Asyik Ajak Masyarakat Jogja Berantas Hoaks

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya