TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

62 Aktivis Lingkungan Dikriminalisasi Sepanjang 2018, Ini Kata KLHK

Banyak aktivis lingkungan yang tidak jelas status hukumnya

IDN Times/Vanny El Rahman

Jakarta, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyebut Presiden Republik Indonesia Joko "Jokowi" Widodo sebagai pemimpin yang abai terhadap penegakan hukum. Hal itu disampaikan Walhi setelah memaparkan bahwa sepanjang 2018 ada 62 aktivis lingkungan dari 15 kasus yang dikriminalisasi.

Imbasnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dianggap tidak komitmen dalam upaya mendukung para pegiat lingkungan. Siti Nurbaya Bakar, selaku Menteri KLHK, angkat bicara soal tudingan tersebut.

"Selama ini kan selalu kami lakukan (dukungan dan komitmen terhadap aktivis lingkungan). Itu sudah setahun kami siapkan Peraturan Menteri-nya. Dan, memang tidak gampang karena menyangkut aspek dan institusi hukum yang lain," kata dia usai diskusi Refleksi Akhir 2018 di Manggala Wanabakti, Jakarta, Senin (31/12).

Baca Juga: Diduga Ilegal, KLHK Amankan 40 Kontainer Kayu di Tanjung Perak

1. KLHK berinteraksi dengan Jaksa Agung

IDN Times/Vanny El Rahman

Salah satu dukungan hukum terhadap aktivis yang dikriminalisasi adalah pada kasus PT. Semen Indonesia di Kendeng, Jawa Tengah dan Balikpapan, Kalimantan Timur. "Pada kasus Semen Indonesia, saya berinteraksi dengan Jaksa Agung dan cukup lumayan interaksinya. Tapi interaksinya masih belum bisa dituangkan dalam bentuk regulasi," sambung dia.

2. Bentroknya regulasi penegakan hukum

IDN Times/Vanny El Rahman

Menurut alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) itu, selama ini terjadi benturan regulasi yang menyebabkan penegakan hukum terhadap aktivis lingkungan tumpang tindih. "Karena polisi punya aturan main sendiri, sementara Jaksa Agung punya sendiri. Ini yang perlu diselaraskan. Ini sedang dibereskan untuk langkah konkret-nya," terang dia.

3. Banyak aspek hukum yang menjerat para aktivis

IDN Times/Vanny El Rahman

Siti menyadari, penangkapan terhadap para aktivis sering kali disebabkan oleh faktor non-lingkungan. Hal ini yang kadang menyulitkan KLHK dalam memberikan bantuan hukum. "Yang kedua, sering sekali kasus aktivis ini dikenakannya bukan karena kasus lingkungan. Karena pemalsuan pidana nama, kadang di belakangnya dibawa lambang komunis. Jadi gak gampang juga membereskannya," ungkap Siti.

Baca Juga: Walhi: OTT DPRD Kalteng Jadi Momentum "Sapu" Kejahatan Lingkungan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya