Begini Susahnya Tes Swab COVID-19 di Puskesmas Jakarta dan Sekitarnya
Kata Pak Luhut corona sudah dikendalikan, plis jangan asbun~
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Melalui berbagai kesempatan, Direktur Jenderal (Dirjen) World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom selalu menekankan kunci utama menangani pandemik COVID-19 yaitu, tracing (penelusuran), testing (pengujian), dan isolation (isolasi).
Epidemiologis Universitas Indonesia, Pandu Riono, juga berkali-kali mendesak pemerintah supaya memperbanyak jumlah tes agar bisa mengisolasi mereka yang terpapar virus corona. Adapun tes yang dimaksud oleh dua orang tersebut adalah tes usap (swab) yang mengambil sampel dari kerongkongan dan hidung, bukan tes cepat (rapid) yang menggunakan sampel darah.
Satuan Tugas (Satgas) untuk Penanganan COVID-19 mengakui bila kapasitas tes di Indonesia belum sesuai dengan standar WHO. Selain masih menggunakan tes cepat yang akurasinya di bawah 70 persen, sebagai tes awal (screening test), kapasitas sampel yang diuji juga masih sangat rendah.
Jumlah pemeriksaan COVID-19 yang ideal adalah 1/1.000 penduduk setiap pekan. Jika jumlah penduduk Indonesia 260 juta jiwa, maka setiap pekan harus ada 267.700 orang yang dites. Faktanya, jumlah tes sepanjang Agustus 2020 masih berkisar pada angka 80-95 ribu sampel per pekan.
“Indonesia secara keseluruhan baru mencapai 35,6 persen dari standar WHO,” kata juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, Selasa (25/8/2020).
Ironisnya, Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, justru sesumbar bahwa pemerintah sudah bisa mengendalikan penyebaran COVID-19.
“Saya sampaikan dalam kurun waktu singkat, setelah tiga bulan alami tekanan besar, sekarang mulai kelihatan kita bisa kendalikan COVID-19,” kata dia pada Rabu (19/8/2020).
Pada Juni 2020 lalu, klaim serupa juga ia lontarkan setelah mengamati rata-rata peningkatan kasus positif sebanyak 600 kasus per hari. Pernyataan tersebut tidak lebih dari bualan belaka jika melihat penambahan kasus positif pada Kamis (27/8/2020) mencapai 2.719 kasus. Hal itu menandakan pemerintah belum bisa mengendalikan penyebaran virus corona.
Untuk mencari tahu bagaimana penanganan COVID-19 di akar rumput, IDN Times mencoba pelayanan tes di puskesmas di DKI Jakarta dan daerah sekitarnya seperti Depok, Tangerang, dan Bogor. Tujuan kami adalah mencari tahu apakah kapasitas tes sudah menyeluruh atau belum. Sebab, sejak April lalu untuk menghindari penumpukan pasien di rumah sakit, Kemenkes juga memfungsikan puskesmas sebagai sarana tes COVID-19.
Perjalanan kami berujung pada kesimpulan bahwa kapasitas tes di Ibu Kota dan daerah outskirts-nya saja masih jauh dari kata memadai. Bagaimana penelusurannya? Yuk, simak laporan selengkapnya di bawah ini.
Baca Juga: Pelayanan Puskesmas Dialihkan saat Ada Pegawai Terpapar COVID-19
1. Orang tanpa gejala tidak dites meski melakukan kontak langsung dengan positif COVID-19
Permasalahan pertama adalah Puskesmas hanya mau memeriksa mereka yang datang dengan gejala, seperti flu, demam, hingga matinya indra penciuman. Salah satu petugas di Puskesmas Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, mengatakan bahwa keputusannya untuk tidak mengetes orang tanpa gejala (OTG), meski yang bersangkutan melakukan kontak langsung dengan pasien positif COVID-19, merupakan arahan dari Kementerian Kesehatan.
“Enggak bisa tes swab karena gak ada kendala. Menurut Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) yang baru kontak erat tanpa gejala hingga (gejala) ringan tidak di-swab, hanya isolasi mandiri saja,” kata petugas tersebut.
Hal serupa juga terjadi di Puskesmas Kebon Jeruk, Jakarta Barat. "Kalau tidak ada gejala, tidak bisa swab. Cari saja swab di RSUD," tutur petugas jaga di puskesmas itu singkat.
Dengan agak memaksa untuk tetap bisa tes swab, pendaftar itu mengulangi kronologi tentang adanya kontak dengan pasien positif. Akhirnya, dia diminta mengecek ketersediaan di Poli ISPA puskesmas tersebut.
"Di Poli ISPA lagi-lagi sama pertanyaannya, dan karena tidak ada gejala, langsung seperti tidak diurusi. Dibilang, tidak ada jadwal dan coba saja ke RSUD atau ke puskesmas lain sekitar situ," ujarnya.
Kejadian seperti ini harus ditindaklanjuti oleh Kemenkes mengingat pada Juli 2020 Satgas penanganan COVID-19 mengatakan bahwa 80 persen penderita corona tidak menunjukkan gejala.
Meski begitu, penanganan puskesmas terhadap mereka yang menunjukkan gejala patut diapresiasi. Salah seorang pasien di Puskesmas Jatibening, Bekasi, mengaku mendapat pelayanan baik dari Puskesmas setelah menunjukkan gejala terpapar corona.
“Lancar, langsung ditangani. Bilang di kantor ada teman yang positif COVID. Terus aku sakit setelah punya riwayat kontak dengan yang positif. Ditanya dokter gejala apa yang dirasakan, didata dan langsung dites swab,” kata pasien tersebut.
Dia menambahkan, “besoknya diminta untuk swab kedua, bawa anak sama suami juga. Begitu sampai lokasi, dites, diperiksa, dikasih obat-obatan. Dipantau terus sama Puskesmas.”
Baca Juga: 26 Nakes Tegal Kena COVID-19, Sejumlah Petugas RS dan Puskesmas Diswab
Baca Juga: Puskesmas Kedungkandang Malang Ditutup Usai Perawat Positif COVID-19