Ini 5 Catatan Ombudsman Soal Penanganan Kasus Novel Baswedan
Ombudsman ingin agar polisi segera meminta keterangan dari Novel Baswedan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Ombudsman Republik Indonesia mendatangi Mapolda Metro Jaya pada Kamis (25/01) untuk bertemu penyidik kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Mereka ingin mengklarifikasi pengaduan yang masuk soal dugaan penyalahgunaan wewenang kepolisian dalam mengungkap insiden yang terjadi pada 11 April 2017.
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala datang bersama tim sekitar pukul 10:00 WIB. Mereka langsung masuk ke ruang Ditreskrimum Polda Metro Jaya untuk bertemu dengan pihak yang menangani perkara penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Berikut 5 catatan dari Ombudsman usai melakukan investigasi:
1. Hasil investigasi diumumkan pada 30 Januari
Guna mencari fakta apakah terdapat maladministrasi yang dilakukan oleh penyidik kasus Novel Baswedan, Adrianus menyampaikan teknik investigasi yang dilakukannya berupa klarifikasi lisan dan tulisan.
Untuk hasil akhirnya, Ombudsman akan mengumumkannya pada akhir bulan nanti.
“Tentu klarifikasi lisan (dengan penyidik). Kami akan cek ke administrasi dan surat-surat. Pada tanggal 30 Januari kita akan memberikan laporan akhir hasil pemeriksaan. Di situ kami akan uraikan kepda kepolisian apa kesalahan, apa temuan kami, dan langkah-langkah korektif yang harus dilakukan oleh kepolisian, maupun pihak-pihak lain.
Selain itu, dia juga dipecat karena stigma yang terbentuk di masyarakat bahwa dirinya adalah pelaku penyiraman. Padahal Lestaluhu hanya memenuhi panggilan penyidik Novel Baswedan dengan kapasitas sebagai saksi.
Komisioner Ombudsman itu turut menggaribawahi peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang harusnya hadir sebagai lembaga yang mengakomodasi hak-hak asasi saksi dan korban dalam proses peradilan pidana, sehingga Lestaluhu tidak sampai dipecat oleh manajemen yang bersangkutan.
“Ini menarik jika kita bicara mengenai undang-undang LPSK, karena UU LPSK tidak mengatur sampai ke sana. Jadi ada sebuah kekosongan hukum. Ini juga menjadi saran untuk Ombudsman bahwa apakah perlu ada lembaga atau tupoksi atau ada anggaran untuk itu, sehingga tidak terjadi lagi situasi seperti ini,” tutur dia.