Jurus Kue Dadar Gulung Ala Diplomat Azis Nurwahyudi
Diplomasi kuliner Tanah Air yang ampuh
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times- “How I can go there? Bagaimana saya bisa ke sana?” tanya Azis muda saat mendapat kiriman surat dengan perangko berlatar belakang Amerika Serikat. Kala itu, pria dengan nama lengkap Azis Nurwahyudi masih duduk di kelas enam bangku sekolah dasar (SD). Keindahan panorama negeri Paman Sam, dalam kertas tempel berukuran 3x3 centimeter itu, menunjukkan betapa dirinya sangat ingin mengelilingi dunia saat dewasa nanti.
“Kemudian saya bertanya. Nah saya diberi tahu kalau ada profesi yang bisa mengantarkan saya ke luar negeri, namanya diplomat. Akhirnya, sejak itu, satu-satunya cita-cita saya dari dulu hingga sekarang adalah menjadi diplomat,” kata Azis kepada IDN Times, di kantornya yang barada di ruas Jalan Taman Pejambon, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).
Segala jerih payah Azis terbayar sudah. Tahun 1994, Azis resmi menjadi pegawai di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu). Sebagai siswa Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu) angkatan 20, Azis pertama kali bertugas di Direktorat Protokol dan Konsuler sebelum bertugas di Australia, Belanda, hingga Republik Ceko. 24 tahun berlalu, kini alumni Universitas Gadjah Mada itu menjabat sebagai Direktur Diplomasi Publik.
Ingin mengenal Azis Nurwahyudi lebih jauh? Yuk cari tahu di bawah ini.
Baca juga: Keren! Indonesia Jadi Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB
Rekam jejaknya di Kemenlu, bermula dari Direktorat Protokol dan Konsuler. Pada periode 1997-1999, Azis melanjutkan studi masternya di Monash University Australia untuk jurusan International Relations. Sekembalinya dari kuliah, dia bertugas di Direktorat Perjanjian Internasional selama satu tahun. Akhirnya, untuk pertama kalinya, Azis ditempatkan di KBRI Canberra, Australia. Dia juga sempat bertugas di Belanda dan Republik Ceko. Sebelum menjabat Direktur Diplomasi Publik, Azis sempat menjabat Sekretaris Direkorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik.
“Alhamdulillah semuanya terasa dimudahkan oleh Tuhan. Saya akhirnya bekerja di Kemenlu dan rupanya itu mempengaruhi alam pemikiran saya. Ketika saya melihat teman-teman yang performanya menurun, saya bertanya, apakah kamu menjadi diplomat karena cita-cita atau kebetulan. Nanti akan ketahuan jawabannya, karena mereka yang memang bercita-cita menjadi diplomat akan menganggap segalanya sebagai tantangan, bukan hambatan,” beber dia.
1. Terlahir sebagai diplomat
Sejak bertekad menjadi seorang diplomat, Azis mulai mendalami mata pelajaran sejarah dan bahasa Inggris. Tidak tanggung-tanggung, sejarah Eropa hingga Mesopotamia dilahapnya guna memuluskan cita-citanya. “Wah pada saat itu saya seakan enggan belajar kimia, fisika, ilmu-ilmu alam gitu, haha,” kenangnya, seakan tidak ada satupun memori masa mudanya yang hilang termakan zaman.
Tumbuh besar di Magelang, Azis sempat mewakili Jawa Tengah untuk program pertukaran pelajar di Amerika Serikat. Selama satu tahun, dia tinggal bersama keluarga asuhnya di Arizona. Meski hidup sebagai satu-satunya warga negara Indonesia di negeri orang, tak pernah terbesit sekalipun niat Azis untuk mengubah mimpinya.
Azis berkata, “Ketika SMA, saya terpilih ikut program AFS. Sepulangnya saya dari sana, saya masuk ke Universitas Gadjah Mada jurusan Hubungan Internasional. Saya tetap berkembang dengan cita-cita saya." Tahun 1993, Azis mengenakan toga sebagai wisudawan terbaik dengan predikat cumlaude. Setahun kemudian, Azis telah resmi menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Kementerian Luar Negeri.
Baca juga: 5 Tip Bagaimana Jadi Diplomat Zaman Now Ala Presiden Jokowi