TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kematian Akibat COVID-19 di Indonesia Tinggi, WHO: Health System Lemah

Anggaran kesehatan di APBN 5 persen dan APBD 10 persen

Ilustrasi virus corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Penasihat Gender dan Pemuda untuk Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Diah Satyani Saminarsih mengatakan, tingkat kematian akibat virus corona atau COVID-19 menggambarkan rapuhnya sistem kesehatan suatu negara. 

“Kebanyakan negara-negara yang dalam kondisi fatality rate tinggi karena health system-nya lemah, seperti Italia, Iran, termasuk Indonesia,” kata Diah kepada IDN Times, Selasa (31/3).

Baca Juga: Rekor Baru, 101.657 Penduduk Amerika Serikat Terinfeksi Virus Corona!

1. Anggaran kesehatan Indonesia masih kecil

Alokasi kesehatan dalam APBN periode 2015-2019 (Tangkapan layar Kemenkeu)

Salah satu indikator untuk mengetahui seberapa kuat sistem kesehatan di suatu negara, adalah alokasi anggaran untuk kesehatannya.

Amanat undang-undang mewajibkan alokasi kesehatan dalam APBN minimal 5 persen dan APBD 10 persen. Namun, menurut Diah, angka tersebut masih kurang untuk membangun sistem kesehatan yang kuat.

“Jadi anggaran kesehatan itu mostly digunakan untuk mempertahankan atau membangun sistem kesehatan. Ujian terbesarnya adalah ketika outbreak seperti sekarang. Nah, Indonesia anggaran kesehatannya itu masih dibagi lagi, ada untuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) sampai 45 persen, jadi anggaran kesehatan itu gak semuanya untuk Kemenkes,” kata dia.

(IDN Times/Arief Rahmat)

2. Besaran PDB tidak menentukan sistem kesehatan yang bagus

Petugas medis memindahkan pasien COVID-19 dari ambulans ke fasilitas kesehatan di Kirkland, Washington, Amerika Serikat, pada 24 Maret 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/David Ryder

Selain anggaran, kata Diah, sistem kesehatan yang baik juga harus didukung regulasi yang kuat. Besaran Produk Domestik Bruto (PDB), yang berimbas kepada tingginya porsi anggaran kesehatan, juga tidak serta-merta menandakan sistem kesehatan negara tersebut baik.

Diah mencontohkan Amerika Serikat, yang angka penderita virus corona mencapai ratusan ribu, bahkan kini terbanyak di dunia, mengalahkan Tiongkok yang menjadi awal mula munculnya COVID-19 ini.

“Amerika itu health system-nya gak dirawat. Indikatornya apa? Misal orang sakit, dia bisa langsung pergi ke spesialis, jadi gak ada sistem rujukan. Sistem persaingan asuransinya juga (kurang baik), jadi memang dibangun dengan sistem kapitalisme. Jadinya pelayanan kesehatan tidak equal untuk semua orang. Dan ini tanpa disadari memperlemah sistem kesehatan yang sebenarnya,” kata dia.

Baca Juga: Jiwasraya Bayar Dana Nasabah di Tengah Virus Corona, Ini Kata Pengamat

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya