TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemenag Akan Sertifikasi Dai, JK: Bagaimana Bisa? Jumlahnya Jutaan

"Sertifikasi da'i untuk pendakwah di instansi pemerintahan."

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla (Dok. IDN Times/Istimewa)

Jakarta, IDN Times- Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla, menilai rencana Kementerian Agama (Kemenag) melaukan sertifikasi ulama atau pendakwah sebagai kebijakan yang tidak etis. Sebab, ulama, kiai, atau ustaz merupakan gelar yang diberikan masyarakat.
 
“Bisa jadi ia tidak bergelar apa-apa (tidak menempuh pendidikan formal) tapi karena memiliki ilmu agama yang baik, maka masyarakat memberinya gelar ulama,” kata Jusuf Kalla saat menyerahkan 3.900 alat semprot disinfektan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Minggu (13/9/2020).

Baca Juga: Jusuf Kalla: Masjid Bukan Hanya Tempat Ibadah, Tapi Juga Pusat Ekonomi

1. Ada jutaan ulama di Indonesia, bagaimana sertifikasinya?

Ketua Umum DMI HM Jusuf Kalla menyerahkan 3900 alat spraying mandiri kepada seluruh masjid yang ada di wilayah DKI Jakarta, Minggu (13/09/2020)

JK, begitu Jusuf Kalla kerap disapa, meragukan metode Kemenag mensertifikasi ulama. Sebab jumlah ulama atau dai di Indonesia ada jutaan, dari pusat kota hingga pedalaman desa.  
 
“Bagaimana bisa disertifikasi sebanyak itu?” kata JK.

2. Sertifikasi ulama bagi penceramah yang berdakwah di lingkungan pemerintahan

Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla (Dok. IDN Times/Istimewa)

JK menyarankan sertifikasi ulama hanya untuk pendakwah yang diundang berceramah di instansi pemerintahan.
 
“Sertifikasi itu khususnya untuk dai yang mau ceramah di masjid yang diatur oleh kantor kantor pemerintah. Jadi kantor pemerintah atau masjidnya hanya mengundang dai yang sudah tersertifikasi tapi tidak untuk semua masjid yang ada di Indonesia,” kata JK.

Baca Juga: Fraksi PKS DPR Menolak Sertifikasi Ulama oleh Kemenag

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya