Fraksi PKS DPR Menolak Sertifikasi Ulama oleh Kemenag

Pemerintah cukup memberi pedoman umum untuk penceramah

Jakarta, IDN Times - Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini menilai rencana Kementerian Agama untuk melakukan standardisasi dan sertifikasi terhadap ulama menimbulkan kontroversi, kesalahpahaman, dan kegaduhan dalam kehidupan keberagaman di Indonesia.

Menurut Jazuli, secara substansi, peningkatan pengetahuan dan pemahaman dakwah adalah satu hal yang baik dan mutlak dilakukan oleh siapa pun terutama para pendakwah agama. Hal ini penting agar para pendakwah dapat memberikan pencerahan dan peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan agama kepada umat dalam dunia yang terus berkembang.

"Akan tetapi menjadi persoalan ketika pemerintah campur tangan menentukan isi dan menerbitkan sertifikat. Hal ini bisa disalahpahami pemerintah mengontrol dakwah dan kehidupan beragama warga negara yang akan mengekang kebebasan dalam menjalankan agama sebagaimana dijamin oleh konstitusi," ungkap Jazuli lewat keterangan tertulisnya, Kamis (10/9/2020).

1. PKS dukung sikap MUI

Fraksi PKS DPR Menolak Sertifikasi Ulama oleh KemenagKetua Fraksi PKS Jazuli Juwaini (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jazuli mengatakan, kekhawatiran itu bukan tanpa alasan mengingat presedennya pernah terjadi pada masa lalu saat pemerintah dan aparat mengontrol kehidupan beragama dan hal itu sangat kontraproduktif. Oleh sebab itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi juga menyatakan sikap menolak rencana Kementerian Agama tersebut.

“Sebagai wakil dari ormas-ormas Islam, sikap MUI mencerminkan dan merepresentasikan sikap ulama di Indonesia sehingga sudah semestinya pemerintah mendengar dan mempertimbangkan dengan baik untuk mengurungkan rencana tersebut,” kata anggota Komisi I DPR itu.

Baca Juga: Menag Cetak 8.200 Penceramah Bersertifikat yang Anti Radikalisme

2. Pemerintah cukup memberi pedoman umum untuk ulama

Fraksi PKS DPR Menolak Sertifikasi Ulama oleh KemenagPenceramah bernama Habib Jafar Shodiq (IDN Times/screenshot))

Menurut Jazuli, sebagai langkah alternatif, Pemerintah cukup memberikan rambu-rambu dan pedoman umum bagaimana meningkatkan kesadaran keberagamaan dan kebangsaan. Lalu disosialisasikan dan disinergikan dengan program ormas keagamaan di seluruh Indonesia.

"Selama ini, ormas-ormas keagamaan dan para pendakwah juga terus meningkatkan pengetahuan dan pemahaman materi dakwah yang berangkat dari rasa tanggung jawab dalam membimbing dan membina umat yang lebih baik. Seharusnya ini yang didukung, difasilitasi dan diperkuat oleh pemerintah, bukan malah sepihak mengadakan sertifikasi," ujar Jazuli.

3. Penceramah bersertifikat bukan sertifikasi profesi

Fraksi PKS DPR Menolak Sertifikasi Ulama oleh KemenagIlustrasi Penceramah (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Kementerian Agama (Kemenag) dalam waktu dekat akan menyelenggarakan program penceramah bersertifikat. Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin menegaskan, program ini bukanlah sertifikasi profesi.

"Penceramah bersertifikat ini bukan sertifikasi profesi, seperti sertifikasi dosen dan guru. Kalau guru dan dosen itu sertifikasi profesi sehingga jika mereka sudah tersertifikasi maka harus dibayar sesuai standar yang ditetapkan," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/9/2020).

Ia menekankan bahwa sertifikasi tersebut tidak bersifat wajib. Selain itu, penceramah bersertifikat tersebut berlaku untuk penceramah semua agama. Dalam pelaksanaannya, Kemenag berperan sebagai fasilitator dan koordinator.

"Sehingga bukan berarti yang tidak bersertifikat tidak boleh berceramah," katanya.

Baca Juga: Kemenag Sertifikasi Penceramah, DPR Pertanyakan Kewenangan Pemerintah

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya