Klarifikasi Lengkap UI Soal Tuduhan Ajarkan Seks Bebas kepada Maba
UI sayangkan pengkritik tidak memahami konteks presentasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Universitas Indonesia (UI) memberikan klarifikasi mengenai materi Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) yang dituding mendukung praktik seks bebas. Polemik ini bermula dari unggahan Instagram Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) MPR RI, Al Muzammil Yusuf, pada Senin (14/9/2020) kemarin.
Dalam video berdurasi 3 menit 14 detik, Al Muzammil menyampaikan bahwa banyak wali mahasiswa yang protes karena materi PKKMB tentang “Peduli, Hindari, dan Cegah Tindak Kekerasan Seksual” dianggap mendukung seks bebas. Al Muzammil menampilkan potongan slide pada materi PKKMB yang sedang membahas sexual consent (kesadaran seks).
Menurutnya, sexual consent adalah budaya Barat yang tidak sesuai dengan nilai agama, kultur bangsa, serta tujuan pendidikan di Indonesia. Dia khawatir, pengamalan dari sexual consent adalah muda-mudi bisa melakukan hubungan seksual di luar nikah asalkan keduanya setuju, sadar, dan sukarela.
“Seks dengan persetujuan, yang dianggap tanpa kekerasan, dengan kesadaran dianggap itu sehat dan sah. Dengan consent sex Barat, maka itu bukan kekerasan (seksual). Saya kira ini tidak patut diajarkan kepada mahasiswa di Indonesia,” demikian pernyataan Al Muzammil.
Baca Juga: 4 Fakta Tentang Pelecehan Seksual yang Jarang Disadari Orang Awam
1. UI menyayangkan penjelasan yang tidak menyeluruh
Sekretaris UI, Agustin Kusumayati, menyayangkan penafsiran sepihak dan tidak menyeluruh mengenai materi tersebut. Akibatnya, UI dituding sebagai institusi pendidikan yang mendukung seks bebas. Kepada awak media, Agustin menunjukkan slide yang dimaksud Al Muzammil secara menyeluruh.
Ada dua hal yang tidak disampaikan Al Muzammil dalam unggahannya. Pertama, dia tidak menyampaikan narasi penjelasan. Padahal, penjelasan berupa narasi audio juga ada melengkapi narasi teks di setiap slide. Kedua, Al Muzammil hanya menjelaskan satu penggalan slide saja, sehingga konteks menyeluruh dari slide tersebut malah bias.
Agustin menekankan, sebelum membahas mengenai sexual consent, yang penting untuk diperkenalkan terlebih dahulu adalah tentang kekerasan seksual. Artinya, satu slide berhubungan dengan slide lain. Kemungkinan misintepretasi dalam memahami satu slide tanpa melihat slide lainnya sangat besar. Agustin menyayangkan pengkritik tidak memahami konteks slide-nya secara menyeluruh.
“Slide ini memang dijelaskan apa itu consent, tapi jelas sekali konteksnya mengenai kekerasan seksual. Bahwa kekerasan seksual adalah kekerasan yang terjadi mana kala tidak ada sexual consent. Konteksnya berkaitan dengan kapan sebuah tindakan dapat dikatakan kekerasan seksual,” papar Agustin melalui konferensi pers virtual, Rabu (16/9/2020).
Baca Juga: Sulitnya DPR Membahas Penghapusan Kekerasan Seksual secara Serius
Baca Juga: Soal Pelecehan Seksual, Kampus Belum Aman bagi Perempuan!