'Lebih Baik Tinggal di Trotoar Jakarta daripada Afganistan'
Mereka merasa gak aman di bawah rezim Taliban
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times- Arif Hassani menikmati teh manis panas di trotoar Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sesekali ia dijaihili oleh anak kecil yang bermain di sekitarnya. Kadang topinya diambil. Kadang dicubit kemudian mereka berlari sambil tersenyum.
Ketika mereka tertangkap, Arif merangkulnya dengan penuh rasa gemas. Suasana pagi itu penuh tawa meski jauh di lubuk hatinya tertindas duka.
Hari ini, Rabu (10/7), adalah hari ke-10 Arif bersama ratusan orang lainnya terkatung-katung di seputar kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Mereka menagih supaya United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atas hak-hak pengungsi yang diatur dalam konvensi internasional, yaitu uang bulanan, jatah makan, dan tempat tinggal yang layak.
"Saya sudah punya kartu pengungsi tapi gak ada tempat tinggal. Saya dikasih tahu orang-orang yang lain kalau mau dapat tempat tinggal harus berdiri, tidur di jalan (Kebon Sirih, depan kantor UNHCR)," kata Arif kepada IDN Times, Rabu (10/7).
1. Sudah tinggal di Indonesia sejak 5 tahun lalu
Lelaki kelahiran 1996 ini telah bermukim di Indonesia sejak lima tahun silam. Sudah bisa bahasa Indonesia, walau terbata-bata. Dia masuk ke Tanah Air setelah menjual rumah dan seluruh propertinya.
"Ada tembak-tembakan, ada bom. Kemarin aja baru ada bom di Ghazni, 50 orang mati, 120 orang di rumah sakit. Makanya saya ke sini sampai jual rumah, saya naik pesawat, harapannya supaya dapat kehidupan yang lebih layak," tambah dia.
Baca Juga: Kisah Pencari Suaka Asal Ethiopia, Menghindari Maut tapi Sulit Hidup
Editor’s picks
Baca Juga: Ketua DPRD DKI Temui Langsung Pencari Suaka di Kebon Sirih