Ma'ruf Amin dan Diskriminasi HAM, Sudah Tepatkah Jokowi?
Ia adalah saksi yang tegaskan Ahok telah menistakan agama.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Surabaya, IDN Times- "Kami anggap cukup yang dibahas terdakwanya. Bahwa ucapannya (Basuki Tjahaya Purnama) itu mengandung penghinaan terhadap Alquran dan ulama," demikian tutur Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin tatkala menjadi saksi ahli atas kasus penistaan agama yang menjerat mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Auditorium Kementerian Pertanian, Selasa 31 Januari 2017.
Pernyataan tersebut dilontarkannya setelah MUI mengeluarkan sikap dan pendapat bahwa kutipan surat Al-Maidah ayat 51 yang dibaca Ahok di Pulau Seribu adalah penistaan terhadap agama.
"MUI membentuk tim yang terdiri dari 4 komisi, yaitu Komisi Fatwa, Komisi Pengkajian, Komisi Hukum dan Perundang-Undangan, dan Komisi Informasi dan Komunikasi. Ini bukan fatwa, tapi hakikatnya fatwa dan ini merupakan pendapat serta sikap keagamaan (MUI)," tambah pria yang akrab dengan sarung dan kalung sorbannya.
Atas segala pertimbangan, Ahok terbukti telah melecehkan ajaran Islam. Alhasil, hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto memvonis pria kelahiran Belitung Timur itu dua tahun penjara.
Beberapa pengamat melihat vonis terhadap Ahok sebagai bentuk politisasi agama. Sebab, isu itu mencuat ketika Ahok tengah berkontestasi dalam Pilkada DKI 2017 kontra pasangan Anies-Sandi dan AHY-Sylviana Murni. Nuansa agama begitu kental usai sederetan aksi 'tiga angka' menghujani Ibu Kota.
Belum terobati sepenuhnya luka atas politisasi agama dalam momentum Pilkada DKI Jakarta, isu tersebut kembali mencuat usai Presiden Republik Indonesia Joko "Jokowi" Widodo memutuskan diri untuk maju kembali sebagai bakal calon Presiden Republik Indonesia untuk periode 2019-2024. Keputusannya menggandeng Ketua MUI Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presiden, mengejutkan banyak pihak.
Dalam sekejap, media sosial diramaikan oleh rekam jejak Kiai Ma'ruf Amin yang dinilai diskriminatif, kontra terhadap minoritas, tidak memihak terhadap kaum Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT), serta tidak memberikan kebebasan agama.
Di satu sisi, sangat mungkin bila respons yang diberikan oleh warganet merupakan senjata yang digunakan oleh kubu oposisi untuk menjatuhkan elektabilitas Jokowi melalui sejumlah persoalan hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan bakal calon wakil presidennya.
Di sisi lain, Jokowi berserta seluruh partai koalisinya justru menganggap kiai kelahiran 11 Maret 1943 itu sebagai sosok yang mampu meredam isu radikalisme, figur yang menjunjung HAM dan pemersatu umat juga bangsa. "Kami ini saling melengkapi, nasionalis-religius," ujar Jokowi guna memperkuat alasannya memilih Ma'ruf Amin sebagai calon wakil presidennya.
Kemudian timbul pertanyaan yang menarik untuk dibahas, apakah sudah tepat keputusan Jokowi? Jangan-jangan, rekam jejak HAM yang dimiliki Ma'ruf Amin merupakan pertimbangan yang blunder?
Atau, apakah memang Kyai berusia 75 tahun ini adalah figur yang tidak menjunjung HAM? Ingin tahu jawabannya, yuk simak ulasannya di bawah ini!
1. Berikut rapor HAM Ma'ruf Amin dari Human Rights Watch
Lembaga HAM nirlaba, Human Rights Watch (HRW), merilis sejumlah catatan diskriminasi HAM yang dilakukan oleh Kiai Ma'ruf Amin. Menurut HRW, terpilihnya alumni Pesantren Tebuireng itu justru menimbulkan banyak pertanyaan soal komitmen Jokowi terhadap HAM.
"Amin adalah tokoh sentral pada beberapa kasus intolerasi terbaru di Indonesia, baik soal agama ataupun politik. Sehingga, ketakutan akan muncul sebagai dampak negatif terhadap hak asasi dan keamanan beragama serta minoritas gender," papar Phelim Kine selaku Deputi Direktur HRW divisi Asia.
Sepanjang 20 tahun terakhir, alumni Universitas Ibnu Chaldun itu dianggap yang paling vokal dalam meneriakkan diskriminasi. Bahkan, HRW mencatat rekam jejak Ma'ruf Amin sebagai otak diskriminasi HAM di Indonesia. Apa saja itu?
1. Pada Oktober 2016, ia menjadi saksi yang menegaskan bahwa Ahok telah melakukan penistaan terhadap ajaran Islam. HRW menilai posisi Ma'ruf Amin saat itu sebagai tokoh yang pro terhadap kelompok Islam fundamental.
2. Februari 2016, MUI mengeluarkan fatwa soal larangan terhadap LGBT. Ma'ruf Amin menjadi salah satu tokoh yang mendukung supaya LGBT dikategorikan sebagai tindakan kriminal. HRW menganggap hal ini bisa memicu tindakan persekusi oleh kelompok anti-LGBT.
3. Maret 2015, MUI mengeluarkan fatwa yang melarang hubungan sesama jenis dan menuntut para pelakunya supaya dihukum penjara hingga hukuman mati.
4. Tahun 2008, MUI merespons keputusan Kementerian Kesehatan tahun tahun 2006 soal larangan sunat. MUI sendiri menilai sunat sebagai kehormatan bagi kaum perempuan.
5. Tahun 2005, ketika Ma'ruf Amin menjabat sebagai Komisi Fatwa, MUI mengeluarkan fatwa yang melarang praktik dan penyebaran aliran Ahmadiyah.
Terkait lima catatan di atas, HRW menyadari bila fatwa bukan suatu yang mengikat. Kendati begitu, HRW mewanti-wanti kehadiran fatwa yang bisa memicu ujaran kebencian hingga tindakan persekusi masa.
Baca Juga: Begini Cerita Anggota Banser Penjaga Rumah Ma'ruf Amin
Baca Juga: Putri Bungsu Sebut Ma'ruf Amin dalam Kondisi Sehat
Baca Juga: Pengacara: Ma'ruf Amin Tak Pernah Kunjungi Ahok di Mako Brimob