TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Nilai PSBB-PPKM Tak Optimal, PKS: Saat Awal Pandemik Senang Bercanda

Anggota DPR kritik kebijakan pemerintah yang inkonsisten

ilustrasi pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/M. Risyal Hidayat)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani, mendesak pemerintah untuk sungguh-sungguh mengevaluasi penanganan pandemik COVID-19. Pasalnya, target-target yang dicanangkan mulai dari penerapan PSBB, PPKM Mikro, hingga PPKM Darurat belum tercapai optimal.

“Pergantian nama harus diikuti indikator kuantitatif berdasarkan data epidemiolog. Karena kalau bicara restriksi harus ada indikator yang jelas,” kata Netty dalam diskusi Polemik Trijaya Network yang ditayangkan melalui kanal YouTube MNC Trijaya, Sabtu (24/7/2021).

“Kalau melihat pelaksanaan PPKM Darurat, positivity rate masih tinggi melampaui ambang batas (WHO) lima persen, target testing 400 ribu ternyata masih 200 ribu, tracing juga belum, kalau satu positif harunya sampai 20 dites. Banyak isolasi mandiri yang mati di rumah. Bagaimana PPKM bisa berhasil kalau tidak dievaluasi secara komprehensif,” tambah dia.

Baca Juga: Maaf Luhut soal PPKM Darurat Tak Optimal Atasi COVID Dinilai Gak Cukup

1. Indonesia kewalahan hadapi pandemik karena sejak awal pemerintah abai

Ilustrasi tim Gugus Tugas Pencegahan dan Pengendalian COVID-19 mengusung jenazah pasien positif COVID-19. (ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho)

Lebih lanjut, kata Netty, lonjakan infeksi yang terjadi hari ini tidak bisa lepas dari sikap awal pemerintah yang abai terhadap penyebaran virus corona. Ia pun menyinggung sikap sejumlah pejabat yang awalnya seakan meremehkan COVID-19 dengan membuat lelucon.

“Kalau kita flashback dari awal virus masuk, kita ini buang-buang waktu, senang bercanda dengan lelucon yang gak perlu. Saat itu harusnya kita sudah punya roadmap. Akhirnya hari ini terbukti, security preparedness kita ini lemah sekali,” ucap perempuan yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PKS itu.

Kendati evaluasi terkesan terlambat, hal itu dirasa lebih baik daripada tidak sama sekali. Netty mengatakan evaluasi perlu dilakukan demi mengejar target penanganan pandemik COVID-19 yang belum tercapai.  

“Target vaksinasi pemerintah dari satu hari satu juta, jadi dua juta, kemudian diperbesar lima juta sehari belum tercapai. Padahal vaksin sebagai game changer, harapannya bisa melindungi masyarakat,” sambung dia.

2. Inkonsistensi kebijakan menyebabkan krisis kepercayaan publik

Ilustrasi PPKM mikro (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha)

Selain target yang belum tercapai, pemerintah juga harus berhadapan dengan kepercayaan publik yang sangat rendah. Kata Netty, ada banyak faktor yang menjelaskan hal itu.

Misalnya mulai dari kebijakan yang inkonsisten, misinformasi yang beredar di dunia maya, hingga kehadiran pihak-pihak tertentu yang sengajar menyebar hoaks.

“Misal pemerintah melarang mudik, tapi pintu penerbangan internasional masih dibuka. Sehingga masyarakat bertanya-tanya,” ujarnya.

Selain itu, Netty juga menyebut orkestrasi pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan pandemik. “Ada Kemenko, ada Satgas, ada orkestrasi yang harus seirama. Gak bisa satu bilang A, yang satu lagi menegasikan,” ucapnya.

Baca Juga: Demokrat Pesimistis Perpanjangan PPKM Darurat 5 Hari Bakal Optimal

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya