TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sebut WNI Otak Pemboman di Gereja, Pengamat: Intelijen Filipina Lemah

Tuduhan WNI sebagai otak pemboman pernah terjadi 2018 lalu

ANTARA FOTO/Armed Forces of the Philippines -Western Mindanao Command/Handout via REUTERS

Jakarta, IDN Times- Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, menuding tuduhan Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano, perihal warga negara Indonesia (WNI) sebagai pelaku bom di Gereja Jolo sebagai asumsi prematur. Sebab, hingga saat ini, otoritas terkait belum mampu mengungkap identitas dan modus operasi yang dilakukan oleh pelaku.

“Fakta di lapangan, (pemerintah Filipina) belum menemukan titik terang dan masih proses investigasi lebih mendalam. Bahkan, masih dihadapkan pada spekulasi dua kemungkinan, apakah peristiwa itu bom bunuh diri atau dikendalikan via remote control,” terang Harits melalui keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Senin (4/2).

Pengamat terorisme ini juga memiliki sejumlah catatan tentang insiden yang menewaskan 22 orang dan 100 orang luka-luka. Apa saja itu?

Baca Juga: Suami-Istri dari Indonesia Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri di Filipina

1. Tuduhan WNI sebagai dalang pengeboman pernah terjadi sebelumnya

Ilustrasi Terorisme. (IDN Times/Sukma Shakti)

Berdasarkan catatan Harits, tuduhan serupa sempat dilontarkan ketika terjadi ledakan di pusat perbelanjaan di Basilan, Mindanao, akhir Juli 2018 lalu. Nyatanya, pelaku pemboman bukan merupakan WNI.

“Jadi pada kasus terbaru di Jolo-Sulu ini soal isu 2 WNI sebagai aktor pemboman juga sangat potensial hanya sebatas asumsi yang tidak ada benarnya,” lanjut dia.

2. Kok tuduhannya dilakukan oleh WNI? Ini analisisnya

ANTARA FOTO/Armed Forces of the Philippines -Western Mindanao Command/Handout via REUTERS

Serangan yang menyasar gereja di wilayah Sulu baru pertama kali terjadi. Wilayah tersebut notabennya dihuni mayoritas muslim. Biasanya, serangan terorisme yang terjadi di Filipina menargetkan kalangan militer atau otoritas terkait. “Karenanya, muncul banyak asumsi termasuk kemungkinan kelompok Abu Sayaf yang menjadi aktor,” sambungnya.

Beredar pula dugaan yang mengaitkan kejadian di Sulu dengan kasus bom Surabaya.

Sebab, Abu Sayaf sempat memproklamirkan untuk tunduk dan patuh kepada ISIS.

Masuknya beberapa WNI yang seideologi perjuangan dengan kelompok Abu Sayaf menjadi catatan khusus bagi otoritas Filipina. Mereka ambil bagian menjadi kombatan di Marawi. Bahkan sebagian dari mereka ada yang ikut di kamp Hudaibiyah dan bertempur bersama MILF.

“Kemungkinan karena faktor di atas yang memunculkan kesimpulan prematur dari pihak otoritas Filipina soal kemungkinan keterlibatan dua WNI,” beber Harits.

3. Harits sebut intelijen Filipina lemah

ANTARA FOTO/Armed Forces of the Philippines -Western Mindanao Command/Handout via REUTERS

Berangkat dari penjelasan di atas, pengamat intelijen ini menyebut intelijen dan militer Filipina tidak sepenuhnya memahami situasi sosial masyarakat di Sulu.

“Ada fakta militer dan intelijen Filipina lemah. Sulu menjadi basis dukungan yang cukup kuat untuk beragam kelompok pejuang bangsa Moro baik dari faksi MILF, MNLF bahkan juga sempalannya yaitu kelompok Abu sayaf. Mereka mendapat tempat di hati masyarakat kawasan Mindanao Selatan,” terang dia.

Baca Juga: Pelaku Bom di Filipina Disebut dari RI, Menlu Masih Tunggu Klarifikasi

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya