TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

YLBHI: Lutfi Tidak Sendiri, Ada 542 Orang yang Disiksa Demi Pengakuan

Lutfi mengaku disiksa, dipukul, dan disetrum

Sidang Lutfi di PN Jakarta Pusat (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Jakarta, IDN Times- Terdakwa Lutfi Afiandi, pemuda yang viral karena membawa bendera Merah-Putih ketika berdemo di depan kompleks DPR, mengaku disiksa dan disetrum oleh aparat Kepolisian Resor Jakarta Barat saat menulis berita acara pemeriksaan (BAP). Lutfi dipaksa untuk mengaku sebagai perusuh yang menyerang petugas keamanan.

"Saya disuruh duduk, terus disetrum, ada setengah jam," ujar Lutfi di tengah persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (20/1) kemarin.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan bahwa pola-pola penyiksaan rentan terjadi ketika terdakwa tidak bisa dijangkau oleh kuasa hukum.

“Seingat saya, ada masa di mana Lutfi gak didampingi siapa pun, kuasa hukum susah masuk, YLBHI juga gak bisa menjangkau. Di dunia mana pun, biasanya orang yang gak bisa ditemui itu terindikasi habis disiksa,” kata Asfinawati saat dihubungi IDN Times, Selasa (21/1).

1. YLBHI mencatat ada 541 korban penyiksaan

Catatan akhir tahun YLBHI 2019 (Dok. IDN Times/Istimewa)

Lutfi bukan orang pertama dan satu-satunya yang disiksa demi sebuah pengakuan. Berdasarkan catatan akhir tahun YLBHI 2019, sedikitnya ada 56 kasus dengan jumlah korban mencapai 542 orang yang mengalami pelanggaran HAM lantaran disiksa serta diperlakukan tidak manusiawi.

“Angkanya sebetulnya gak terlalu signifikan karena mereka (tersangka) trauma dan takut untuk melaporkan. Mereka ini disiksa dalam arti mengalami kekerasan untuk mendapatkan keterangan. Angka itu berbeda dengan mereka yang ditembak (saat kerusuhan),” sambung alumni hukum Universitas Indonesia itu.

2. Harus ada perbaikan regulasi

IDN Times/Irfan Fathurochman

Pernyataan Lutfi tidak begitu mengejutkan bagi Asfin, sapaan hangatnya. Sebab, YLBHI sudah mendapat laporan yang sama dari sejumlah orang yang ditahan karena terlibat di tengah aksi penolakan RKUHP.

“Sebetulnya pernyataan Lutfi sesuai dengan pernyataan orang lainnya dalam beberapa peristiwa. Sama juga dengan aksi habis pengumuman KPU. Banyak yang ditangkap dan disiksa, terus kami melihat penangkapan yang sewenang-wenang,” tambah dia.

Asfin sebenarnya mendorong supaya pemerintah bersama DPR menggodok regulasi yang menerapkan sistem habaes corpus, sistem hukum yang sudah berlaku di Inggris sejak berabad-abad silam. Dengan demikian, polisi harus menghadirkan tersangka di depan hakim sekaligus membeberkan alasan penangkapan sekurangnya 1x24 jam.

“Orangnya dibawa ke hakim juga supaya kelihatan, apakah dia bonyok atau tidak. Jadi ketahuan kalau dia disiksa. Di Inggris itu sudah berlaku sejak 1700-an. Kita yang negara demokrasi malah belum berlaku,” paparnya.

3. Menyarankan kuasa hukum mengajukan keberatan ke Komite HAM Internasional

(Ketua Umum YLBHI Asfinawati) ANTARA FOTO/Dyah Dwi

Lebih lanjut, menurut Asfin, sudah sepatutnya Lutfi langsung dibebaskan tanpa syarat apabila polisi terbukti melakukan penyiksaan.

“Jadi ketika prosedurnya salah, ke depannya akan salah juga. Dan ingat, keterangan saksi adalah yang dinyatakan di depan pengadilan, bukan BAP. Jadi keterangan Lutfi di BAP akan kalah dengan keterangan di pengadilan, karena di pengadilan gak ada paksaan (yang terlihat),” terang dia.

Dia turut menyarankan supaya keluarga dan kuasa hukum membuat laporan ke Komite HAM Internasional. Sebab, Indonesia sudah merativikasi Konvensi Anti-Penyiksaan yang kemudian tertuang dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2005.

“Kami menyarankan agar kuasa hukum dan keluarga membuat laporan ke mekanisme HAM internasional, karena itu pelanggaran HAM yang luar biasa. Dan saya pikir juga perlu melakukan pelaporan ke instansi terkait, seperti Komnas HAM,” tutup Asfin

Baca Juga: Ini Alasan Lutfi Bawa Bendera Merah Putih dari Rumah Saat Demo DPR

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya