TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Waspada! 42 Kasus Pelecehan Seksual di KRL Terjadi selama 2019-2021

Ada 46,8 persen dari 62.224 orang alami pelecehan seksual

Ilustrasi Gerbong KRL (Instagram.com/@ariefwismansyah)

Yogyakarta, IDN Times - Dugaan kasus pelecehan seksual di transportasi umum, khususnya KRL belum lama ini kembali terjadi saat pandemik COVID-19. Dugaan tersebut ramai di media sosial usai akun Twitter @ZhaRaLa melapor ke akun KAI Commuter yaitu @CommuterLine.

Kejadian tersebut otomatis memperpanjang deretan kasus pelecehan seksual di ruang publik, khususnya di transportasi umum seperti KRL.

Baca Juga: Laporkan Pelecehan Seksual di KRL, Respons @CommuterLine Kok Gini?

Baca Juga: Laporkan Pelecehan Seksual di KRL, Respons @CommuterLine Kok Gini?

1. Ada 42 kasus pelecehan seksual di KRL selama 2019-2021

Suasana KRL jurusan Tanah Abang-Parung Panjang, Jumat (10/7/2020) (IDN Times/Herka Yanis).

Berdasarkan data PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), pada 2019 terdapat 34 kasus pelecehan seksual yang dilaporkan. Sedangkan pada 2020 terdapat 7 kasus dan 2021 baru satu kasus.

Menurut Corporate Secretary Vice President KAI Commuter Anne Purba, penurunan tren kasus tersebut sejalan dengan penurunan drastis jumlah penumpang selama 2020 dan 2021. Ia juga mengungkapkan protokol menjaga jarak juga meminimalisasi terjadinya pelecehan seksual di KRL, meski nyatanya masih terdapat laporan kekerasan seksual selama pandemik COVID-19.

Anne menyebut pihaknya terus berupaya menyosialisasikan kampanye untuk berani melaporkan kepada KAI jika mengalami pelecehan seksual di KRL.

"Kami juga ada contact center 24 jam, mungkin tidak berani ngomong di media sosial, tidak nyaman untuk berbicara di tempat umum juga ada hotline 021-121," ujarnya, Rabu (9/6/2021). 

2. Sebanyak 46,8 persen dari 62.224 orang mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara itu, survei Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) pada 2019 menyebut 46,8 persen dari 62.224 responden mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum.

Menurut Neqy, perwakilan KRPA sekaligus anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Kekerasan Seksual (KOMPAKS), transportasi umum menjadi lokasi kedua tertinggi yang menjadi tempat terjadinya pelecehan seksual. Sementara transportasi umum yang paling sering terjadi pelecehan seksual adalah bus, angkot dan terakhir kereta atau KRL.

3. Korban sering kali memilih bungkam dari pada melapor

Ilustrasi Pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Neqy mengatakan terdapat kecenderungan para korban pelecehan seksual enggan speak-up dan melapor tentang apa yang dialaminya. Fenomena itu, kata dia, bisa disebabkan beberapa hal.

Ia menjelaskan, pertama, pelecehan seksual memiliki efek yang besar, tetapi paling sulit dibuktikan karena sering kali tidak meninggalkan jejak fisik.

Kedua, karena dianggap kurang bukti, para korban dianggap melakukan laporan palsu, fitnah hingga pencemaran nama baik. Bahkan, tak jarang korban justru dilaporkan balik oleh pelakunya atas dasar pencemaran nama baik.

Ketiga, ketika korban tidak melawan saat mengalami pelecehan, ia sering kali dianggap menyetujui terjadinya aktivitas seksual. Sehingga jika tidak melawan dianggap suka sama suka. Padahal, kata dia, terdapat situasi tonic immobility, yaitu di saat seseorang mengalami peristiwa traumatis, tubuhnya tidak bisa dikendalikan sama sekali. 

Baca Juga: Tahun Ini, Kekerasan terhadap Perempuan Ranah Personal Paling Rentan

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya