30 Gugatan Pemilu Ditolak, Eks Wamenkumham Pertanyakan Independensi MK
MK yakin gugatan pemilu serentak sudah dipertimbangkan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Denny Indrayana, mempertanyakan independensi Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan tersebut disampaikan menyusul penolakan hakim konstitusi tentang 30 gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu.
Dia menilai, sepanjang tidak ada keinginan dari oligarki di Istana dan partai politik tertentu untuk merevisi UU Pemilu, maka MK tetap akan menolak gugatan yang diajukan.
"Indepedensi MK sudah hilang, meski sidangnya terbuka, tidak ada yang tertutup. Itu bukan jaminan tidak ada penyimpangan dan korupsi. Itu sudah terbukti, ada hakim MK yang korupsi," kata Denny dalam acara Gelora Talk yang digelar secara daring, dikutip Jumat (15/7/2022).
Baca Juga: KPK Temukan Jaksa Gadungan yang Tipu Polisi hingga Hakim
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Nyatakan Anwar Usman Harus Mundur dari Kursi Ketua
1. Sikap hakim konstitusi dinilai berbahaya
Denny mempertanyakan banyaknya persidangan di MK yang tidak melakukan pembuktian, meskipun sebenarnya dalam peraturan dimungkinkan.
Menurutnya, apabila hakim konstitusi berpandangan telah mengetahui perkaranya dan tidak perlu ada pembuktian lagi untuk memutus suatu perkara, maka asumsi tersebut sangat berbahaya.
"Terus ngapain ada MK, belum diperiksa sudah tahu sendiri hakimnya. Harusnya secara prosedural kita bisa debat panjang. Apakah sikap hakim konstitusi itu negarawan, saya kira tidak," ujar Denny.
Denny mengatakan, akan sangat berbahaya apabila terjadi kasus pidana atau perdata tetapi sikap hakim konstitusi justru tidak menginginkan adanya pembuktian dalam suatu perkara.
Dia menilai, para tersangka atau para pihak dalam kasus perdata akan bebas dengan asumsi hakim yang salah dalam memahami hukum tanpa disertai pembuktian.
"Kita memang sedang diuji kesabaran dengan logika-logika yang absurd semacam ini. Langkah formalitas, argumentasi dan legalitas kita sedang diuji betul. Kita sudah revolusioner untuk 30 kali menguji ini, karena menghormati konstitusionalitas. Tapi saya khawatir pada titik-titik tertentu, kesabaran itu akan hilang," tutur dia.
Baca Juga: Pakar Hukum Unair: Penundaan Pemilu Mengkhianati Konstitusi
Baca Juga: 18 Agustus Hari Konstitusi Republik Indonesia: Ini Sejarahnya