TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dear Gen Z, Ini Alasan Banyak Parpol Gaet Artis Nyaleg Pemilu 2024

Popularitas artis efektif tarik elektoral di 2024

ilustrasi gen Z (IDN Times/Indonesia Gen Z Report 2022)

Jakarta, IDN Times - Banyak partai politik (parpol) menggaet artis terkenal jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Strategi tersebut dianggap efektif untuk menarik elektoral dan memenangkan kontestasi politik.

Sejumlah selebritas kondang tercatat maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024. Mereka akan bertarung dengan 580 bakal caleg DPR lainnya.

Di sisi lain, generasi muda yang terdiri dari Generasi Z (usia 17-24) dan milenial (usia 25-39) akan menjadi pemilih mayoritas pada Pemilu 2024. Tak heran, kini keberadaan generasi muda sangat dilirik partai politik. Salah cara untuk menarik suara dengan menggaet nama-nama popularitas yang dikenal anak muda.

Terkait hal tersebut, muncul pertanyaan di benak Gen Z, 'Strategi parpol gaet artis biar banyak pemilihnya masih ampuh gak sih sama masyarakat kita?"

Pertanyaan itu merupakan salah satu yang diajukan Gen Z kepada redaksi IDN Times melalui platform #GenZMemilih.

Selain menampilkan semua hal tentang Pemilu 2024, kanal #GenZMemilih juga menampung berbagai pertanyaan Gen Z dan milenial seputar politik dan Pemilu 2024, yang akan dijawab redaksi IDN Times. Yuk simak jawabannya, Gen Z!

Baca Juga: Dear Gen Z, Ini Arti Ambang Batas Perlemen dan Presiden

Baca Juga: Gen Z, Ini Upaya yang Harus Dilakukan Capres untuk Dekati Anak Muda

1. Dinilai efektif untuk dapatkan elektoral pada 2024

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Pengamat Politik sekaligus Direktur Politik Indonesia, Fernando Emas, menuturkan, dalam beberapa pemilu belakang ini tidak dipungkiri banyak artis dan publik figur yang dilibatkan sebagai caleg untuk kepentingan partai politik meningkatkan perolehan suara.

"Partai politik sepertinya tidak begitu memperhatikan kemampuan artis atau publik figur tersebut, apakah yang bersangkutan memahami tugas dan fungsinya atau tidak," ucap dia kepada IDN Times.

Menurut Fernando, yang terpenting bagi partai politik adalah artis atau publik figur tersebut dapat meningkatkan perolehan suara partai politik di masing-masing daerah pemilihan (dapil). Sayangnya, apabila melihat beberapa periode belakangan ini, ada beberapa dari kalangan artis yang terpilih sebagai anggota legislatif, tetapi peran dan fungsinya tidak begitu dirasakan masyarakat.

"Sebaiknya partai politik merekrut artis atau publik figur yang memang memiliki kompetensi dan memahami tugasnya sebagai anggota legislatif sehingga masyarakat tidak menganggap bahwa melibatkan mereka hanya untuk kepentingan meningkatkan perolehan suara," tutur dia.

Sementara itu, Pengamat Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Wasisto Raharjo Jati, menuturkan, caleg yang berasal dari kalangan selebritas merupakan bagian dari seniman dan pekerja kreatif.

Dengan begitu, kata dia, majunya artis dalam Pileg 2024 dinilai tidak hanya memanfaatkan popularitas untuk menarik elektoral. Di sisi lain, mereka yang jadi wakil rakyat akan mewakili dan menyuarakan kalangan seniman.

"Caleg berlatarbelakang seorang artis pada dasarnya adalah seniman atau pekerja kreatif. Tentu ada kepentingan tersendiri untuk menyuarakan kelompok mereka," kata dia saat dihubungi.

Baca Juga: 5 Skill untuk Jadi Personal Assistant, Naik Daun di Kalangan Gen Z!

2. Pemilih diimbau tak mudah terpengaruh hanya karena popularitas

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Terkait banyaknya artis yang nyaleg, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menegaskan, artis punya hak politik sama dengan warga negara yang lain sehingga punya kesempatan yang sama untuk terjun di panggung politik.

Hanya saja, kata dia, publik selama ini sering diperlihatkan fenomena artis yang masuk partai secara instan, tapi langsung menempati posisi strategis tanpa jelas proses kaderisasinya di internal partai. Hal itu memunculkan stigma artis sekadar jadi pendulang suara bagi parpol untuk memikat simpati dan dukungan pemilih di pemilu.

"Sementara si artis sama sekali tidak punya pengalaman politik atau aktivitas publik yang berkaitan dengan itu. Hal itu mengakibatkan stigma dan juga pandangan miring bukan hanya di publik tapi juga internal partai karena di beberapa kasus kehadiran artis akhirnya menggeser kader yang sudah berkeringat untuk partai," kata dia, dalam keterangannya.

Titi menuturkan, artis memang bisa jadi pemikat yang mudah bagi pemilih untuk tertarik pada parpol tertentu di tengah banyaknya parpol yang berkontestasi dan caleg yang ikut pemilu.

Oleh karena itu, harus ada terobosan untuk menetralisir fenomena itu. Sebab, dalam Undang-Undang Pemilu tidak ada kewajiban agar caleg memenuhi persyaratan kaderisasi dalam durasi tertentu sebagai persyaratan nyaleg.

"Pemilih juga harus terus diedukasi agar tak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang hanya bersifat popularitas atau simbolik. Apalagi yang dipertaruhkan adalah aspirasi masyarakat yang akan tercermin dalam kerja-kerja mereka sebagai pejabat publik apabila terpilih nanti," ucap dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya