TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Geruduk DPR 6 Februari, Buruh Demo Besar Tolak Omnibus Law Ciptaker

Demo digelar di berbagai daerah industri

Ilustrasi buruh atau pekerja saat demonstrasi. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Partai Buruh dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) bakal menggelar aksi besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin, 6 Februari 2023. Aksi tersebut akan melibatkan ribuan buruh yang berasal dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Selain di Jakarta, aksi juga serempak akan dilakukan di berbagai kota industri, antara lain di Serang, Bandung, Semarang, Surabaya, Makassar, Banjarmasin, Banda Aceh, Medan, Bengkulu, Batam, Pekanbaru, Ternate, Ambon, Kupang, dan beberapa kota industri lain.

“Dalam aksinya, Partai Buruh akan menyuarakan penolakan terhadap isi Perppu No 2 Tahun 2022 terkait omnibus law Cipta Kerja,” ujar Presiden Partai Buruh, Said Iqbal dalam keterangannya, dikutip Sabtu (4/2/2023).

“Setidaknya ada sembilan poin yang dipermasalahkan dalam omnibus law Cipta Kerja. Meliputi, upah minimum, outsourcing, pesangon, karyawan kontrak, PHK, pengaturan cuti, jam kerja, tenaga kerja asing, dan sanksi pidana,” sambung dia.

Baca Juga: Partai Buruh: Kerusuhan di PT GNI Dipicu Kematian Dua Pekerja Lokal

Baca Juga: Najwa Shihab, Ganjar, Anies Direkomendasikan Jadi Capres Partai Buruh

1. Buruh kritisi RUU Kesehatan

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Said Iqbal (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Isu lain yang akan disurakan ialah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.

“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi? Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi? Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR,” ujar Said Iqbal.

Baca Juga: Profil Partai Buruh, Parpol yang Sempat Mati Suri Dua Kali Pemilu

2. Buruh kritisi kewenangan BPJS di bawah Menteri Kesehatan

Massa buruh melakukan demo menuntut kenaikan UMP 2022 pada Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Kemudian, Said Iqbal juga menyoroti kewenangan BPJS yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan. Menurut dia, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurutnya adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar sehingga harus ada di bawah Presiden.

Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.

“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta Presiden,” ujar Said Iqbal.

Dia lantas mengkritik, RUU tentang kepentingan bisnis yang terkesan cepat sekali disahkan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan RUU PPRT yang bersifat perlindungan tetapi tak kunjung disahkan.

“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat. Sedangkan yang bersifat perlindungan, seperti halnya RUU PPRT yang sudah 19 tahun, tak kunjung disahkan," imbuh dia.

Baca Juga: Buruh Batal Demo di Kantor Pusat PLN, FSPMI: Ada Kesepahaman

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya