TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Tolak Swastanisasi di PLN, Buruh Siap Gelar Demo 7 November

Buruh bawa tujuh tuntutan dalam aksi di Kantor Pusat PLN

Ilustrasi kantor PLN. (Dok. PLN)

Jakarta, IDN Times - Presiden FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) Riden Hatam Aziz memastikan pihaknya bakal menggelar aksi pada 7 November 2022 di Kantor Pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Jakarta Selatan.

Adapun yang menjadi aspirasi dan disuarakan buruh ialah terkait sejumlah pengelolaan PLN yang dikerjakan pihak swasta hingga menuntut pemberlakuan karyawan tetap.

"FSPMI bermaksud melakukan aksi unjuk rasa ke Kantor Pusat PT PLN (Persero) pada hari Senin, tanggal 7 November 2022," kata dia dalam konferensi pers yang digelar daring, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga: Deal! PLN Bakal Borong Tenaga Listrik TPPAS Legok Nangka

Baca Juga: Suntikan Modal Negara ke PLN Naik Jadi Rp10 Triliun pada 2023

1. Penguasaan negara yang meliputi hajat hidup banyak orang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945

Ilustrasi tarif listrik (IDN Times/Arief Rahmat)

Riden mengatakan, dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sudah ditegaskan, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. 

"Dalam kaitan dengan itu, sudah tidak perlu diragukan lagi, bahwa listrik adalah cabang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, sehingga harus dikuasai oleh negara," ujar dia.

Sementara itu, kata Riden, penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud di atas, harus kita maknai dalam kerangka konstitusi. Dalam hal ini kita bisa merujuk pada ketentuan dalam pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi No 001-021-0211/PUU-I/2002 terkait dengan pengujian UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan. 

"Disebutkan di sana, bahwa penguasaan negara dalam kacamata konstitusi haruslah berada dalam lima dimensi: kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan," ucap dia.

Baca Juga: PLN Sediakan Layanan Pesan Antar Isi Baterai Mobil Listrik

2. Buruh tolak swastanisasi sektor ketenagalistrikan

Kantor Pusat PLN (Dok. PLN)

Menurut Riden, ketika kita bicara bagaimana listrik bisa dinikmati rakyat Indonesia, ada beberapa tahapan yang harus dilewati, yaitu mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, hingga retail atau penjualan. Oleh karena itu, penguasaan negara harus mencakup semua tahapan tersebut. 

"Tetapi sayangnya, saat ini telah terjadi privatisasi, karena tahapan tersebut diserahkan ke pihak swasta. Terutama di pembangkitan dan retail," ujar dia.

Riden menuturkan, seharusnya di semua tahapan tersebut dikuasai oleh negara melalui perusahaan BUMN, dalam hal ini PT PLN (Persero) yang diberi mandat berdasarkan undang-undang untuk mengelola sektor ketenagalistrikan. 

"Dengan kata lain tidak boleh diserahkan kepada perusahaan swasta yang pada akhirnya menyebabkan diskriminasi dan pelanggaran terhadap hubungan kerja serta tingkat kesejahteraan terhadap Tenaga Alih Daya (TAD). Dalam jangka panjang, privatisasi akan berdampak pada mahalnya tarif listrik yang merugikan masyarakat luas," ucap dia.

Dia menegaskan, swastanisasi sektor ketenagalistrikan bukan saja pelanggaran terhadap konstitusi, tetapi juga menyebabkan ketidakpastian terhadap status hubungan kerja, menurunnya kesejahteraan para buruh, dan perlindungan K3 yang bekerja di sektor ketenagalistrikan. 

"Khususnya mereka yang bekerja sebagai Tenaga Alih Daya (TAD) di pelayanan handal (YANDAL) yang dulunya bernama Pelayanan Teknik (YANTEK); seperti Penanganan Gangguan Alat Pengukur & Pembatas (APP), Penanganan Gangguan Sambungan Rumah (SR), Penanganan Gangguan Jaringan Tegangan Rendah (JTR), Penanganan Gangguan Gardu Distribusi, Penanganan Gangguan Jaringan Tegangan Menengah (JTM), hingga Penanganan Gangguan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM)," kata Riden.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya