Kemenhan Ungkap Tantangan Pengadaan Alutsista Baru

Alutsista baru butuh waktu puluhan tahun untuk tiba

Jakarta, IDN Times – Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) baru bukan sesuatu yang sederhana. Sekalipun pemerintah memiliki uang yang cukup untuk membeli alutsista tanpa utang, barang yang sudah dibeli dari luar negeri bahkan tidak bisa datang dalam waktu dekat.

Salah satu contohnya adalah 42 unit pesawat tempur Rafale yang dibeli Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dari Prancis. Sehingga, sembari menunggu alutsista baru tiba, pemerintah pun memesan alutsista bekas demi memperkuat postur pertahanan.

“Pesawat baru itu akan datang dan combat ready 7 tahun yang akan datang,” kata Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Republik Indonesia, M. Herindra, dalam keterangan pers Media Center Indonesia Maju pada Senin (15/1/2024).

“Oleh karena itu, di saat tidak ada perang, kita gunakan untuk membangun kekuatan pertahanan negara,” tambah Herindra.

1. Kementerian ingin perkuat postur pertahanan

Kemenhan Ungkap Tantangan Pengadaan Alutsista BaruMenteri Pertahanan Prabowo Subianto ketika berbicara di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat pada Rabu, 10 Januari 2024. (Dokumentasi tim media Menhan)

Herindra menekankan, selama Prabowo memimpin Kementerian Pertahanan, dia selalu berdiskusi dengan TNI terkait kebutuhan alutsista. Hal itu sekaligus membantah berbagai spekulasi soal kepentingan pihak ketiga dalam proses pembelian alutsista bekas.

“Ada beberapa yang harus segera kita perbaiki. Beberapa alat perang kita usianya sudah cukup tua. Untuk itu, Kementerian Pertahanan berupaya keras agar performa TNI kita optimal. Kita akan berupaya untuk melakukan yang terbaik,” ujar Herindra.

Terkait peran di kancah regional, dia menegaskan bahwa politik luar negeri tetap mengusung pada prinisp non-blok, yang berarti Indonesia tidak beraliansi dengan negara atau blok politik tertentu.

Kaitannya dengan pengadaan alutsista adalah diplomasi pertahanan Indonesia tidak bisa berpihak pada satu negara. Indonesia harus merangkul berbagai negara demi menghadapi tantangan di bidang pertahanan.

Baca Juga: 5 Fakta Rafale, Jet Tempur Canggih asal Prancis yang Dibeli Indonesia

2. Harus cari pesawat yang "ramah" Indonesia

Kemenhan Ungkap Tantangan Pengadaan Alutsista BaruJet tempur Rafale yang akan dimiliki oleh TNI Angkatan Udara (AU). (Dokumentasi tim media Kemhan)

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Len Industri Bobby Rasyidin turut membeberkan tantangan pengadaan alutsista. Dari sisi teknis, belum tentu alutsista yang dipakai negara NATO cocok dengan kebutuhan TNI. Butuh waktu untuk mengumpulkan data dan informasi terkait spesifikasi teknis alutsista yang dibutuhkan.

“Kita harus paham spec-tech dan operational requirement-nya. Dan untuk menggodok spec-tech dan operational requirement ini, itu bukan hal sehari, dua hari, bisa 1-2 tahun,” ucap Bobby soal bagaimana mencari alutsista yang tepat bagi kebutuhan dalam negeri. 

“Pesawat apa yang cocok di Indonesia, ada gak infrastruktur pendukungnya, ada gak kru yang bisa langsung on board ke sana. Bagaimana kru pendukung dan karakteristik ancaman yang ada di Indonesia. Itu dipelajari semua, lahir lah spech tech dan operational requirement, itu takes time,” tambahnya.

3. Ini hasil dari diplomasi pertahanan Indonesia

Kemenhan Ungkap Tantangan Pengadaan Alutsista BaruJet tempur Rafale yang akan dimiliki oleh TNI Angkatan Udara (AU). (Dokumentasi tim media Kemhan)

Lebih dari itu, pemerintah harus berdiskusi intens dengan pabrikan pembuat alutsista untuk menentukan spesifikasi yang diinginkan, misalnya navigasi sistem hingga mesin yang dibutuhkan.

Sebabnya, semua alutsista yang dipesan harus memenuhi spesifikasi untuk memperkuat Indonesia, yang sering kali tidak mudah karena Indonesia memiliki luas wilayah yang sangat besar

“Apalagi kebijakan geopolitik Indonesia di tengah. Kita non aliansi, non blok. Tidak gampang mau beli F35, saya punya uang dan seterusnya. Tidak sesimpel itu. Kita butuh yang namanya power of diplomacy,” ungkap Bobby.

Alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menambahkan, Prabowo terus melakukan diplomasi pertahanan dengan sejumlah negara, sehingga Indonesia bisa lebih mudah mengakuisisi sejumlah alutsista terkini.

“Satu lagi bagi kami industri pertahanan, kami dapat TOT (transfer of technology). Kami dapat teknologi transfer dari prinsipal. Ini yang sangat komprehensif sekali. Itu tidak lepas dari diplomasi pertahanan dari Kemenhan,” papar dia.

Baca Juga: Uang Muka Sudah Dibayar, Jet Tempur Rafale Pesanan RI Baru Tiba 2026

Andi IR Photo Verified Writer Andi IR

Belajar menulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya