Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pelukis Yos Suprapto (kiri) dan Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana di Galeri Nasional Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)
Pelukis Yos Suprapto (kiri) dan Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana di Galeri Nasional Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Bonnie Triyana desak Kementerian Kebudayaan hentikan proyek penulisan ulang sejarah jika bersifat politis.

  • Fadli Zon menyangkal pemerkosaan massal pada tragedi Mei 1998

  • Penyangkalan peristiwa kelam hanya menambah beban traumatik pada penyintas dan masyarakat yang terlibat dalam tragedi berdarah era reformasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Bonnie Triyana, mendesak Kementerian Kebudayaan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah jika tujuannya bersiat politis.

Apalagi, kata dia, tujuan penulisan ulang sejarah ini hanya demi menyeleksi cerita perjalanan bangsa Indonesia sesuai keinginan kekuasaan.

Kementerian Kebudayaan saat ini tengah menggarap penulisan ulang sejarah nasional yang ditargetkan rampung pada Agustus 2025. Namun dalam draf Kerangka Konsep Penulisan ‘Sejarah Indonesia’ ini, ternyata sejumlah pelanggaran HAM berat tidak dimasukkan.

Beberapa pelanggaran HAM yang ‘disetip’ dalam proyek penulisan ulang sejarah itu di antaranya seperti soal pemerkosaan perempuan Tionghoa dalam Peristiwa Mei 1998, penembakan misterius (Petrus), penghilangan paksa aktivis 1997-1998, tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II, serta kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh dan Papua.

"Jangan lakukan penulisan sejarah melalui pendekatan kekuasaan yang bersifat selektif dan parsial atas pertimbangan-pertimbangan politis. Apabila ini terjadi, lebih baik hentikan saja proyek penulisan sejarah ini," kata Bonnie, di Jakarta, Rabu (18/6/2025).

1. Ingatkan Fadli Zon terkait temuan TGPF

Pelukis Yos Suprapto (kiri) dan Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana di Galeri Nasional Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)

Dalam wawancara bersama pemimpin redaksi IDN Times, dalam program Real Talk with Uni Lubis, Fadli Zon menyangkal adanya pemerkosaan massal pada tragedi kerusuhan Mei 1998. Dia menyebut, tidak ada buktinya. Ia mengatakan, peristiwa tersebut hanya berdasarkan rumor.

Fadli juga menyebut, Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pernah 'membantah' dan 'tak bisa membuktikan' laporannya yang mengungkap kesaksian dan bukti bahwa para perempuan menjadi target perkosaan.

Padahal, laporan TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya dalam kerusuhan Mei 1998. Adapun bentuk kekerasan seksual itu dibagi dalam empat kategori, yakni pemerkosaan (52 korban), pemerkosaan dengan penganiayaan (14 orang), penyerangan/penganiayaan seksual (10 orang), dan pelecehan seksual (9 orang).

TGPF juga mengungkap bahwa selain korban-korban perkosaan massal yang terjadi dalam kerusuhan Mei ‘98, ditemukan pula korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan.

Bonnie menilai, Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan yang menggagas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia mestinya tidak melanggengkan budaya penyangkalan atas tindak kekerasan, terutama kekerasan seksual pada kaum perempuan Tionghoa dalam kerusuhan rasial pada tahun 1998.

"Kalau semangat menulis sejarah untuk mempersatukan, mengapa cara berpikirnya parsial dengan mempersoalkan istilah massal atau tidak dalam kekerasan seksual tersebut, padahal laporan TGPF jelas menyebutkan ada lebih dari 50 korban perkosaan," kata Bonnie.

2. Penyangkalan Fadli Zon menambah luka bagi korban

Pelukis Yos Suprapto (kiri) dan Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana di Galeri Nasional Indonesia. (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut dia, karya sejarah akan berguna untuk anak cucu bangsa bukan hanya karena dipenuhi kisah-kisah kepahlawanan yang inspiratif saja. Bonnie menyebut, pengalaman kolektif yang pedih dalam sejarah masa lalu bangsa juga dapat menjadi pembelajaran.

"Tanpa terkecuali untuk penyelenggara negara di masa kini dan masa depan," ujar dia.

Bonnie mengingatkan, penyangkalan terhadap peristiwa kelam pada kerusuhan Mei 1998 hanya menambah luka batin bagi para korban dan keluarganya, serta masyarakat yang terlibat dalam tragedi berdarah era reformasi. Terlebih sampai disebut sebagai rumor yang tak ada buktinya.

"Penyangkalan atas peristiwa pemerkosaan massal terhadap kaum perempuan Tionghoa dalam kerusuhan rasial 1998 hanya akan menambah beban traumatik pada penyintas dan keluarganya, bahkan kepada masyarakat yang mengalami peristiwa itu," ungkap Bonnie.

3. Komisi X DPR akan panggil Fadli Zon

Menteri Kebudayaan, Fadli Zon ketika berbincang di program 'Real Talk' with Uni Lubis by IDN Times. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Komisi X DPR RI berencana memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk meminta klarifikasi usai menyangkal adanya peristiwa pemerkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 hanya rumor.

Bonnie menilai, pandangan subyektif Fadli Zon tak bisa menafikan bahwa peristiwa memilukan dalam tragedi ‘98 tersebut tidak pernah terjadi.

"Apa yang menurut Menteri Kebudayaan tidak ada, bukan berarti tak terjadi," kata Bonnie.

Editorial Team