Jakarta, IDN Times - Anggota komisi IV dari fraksi Partai Golkar, Dedi Mulyadi mengaku bingung atas kebijakan beberapa kepala daerah yang melarang ziarah kubur pada periode 12 Mei -16 Mei 2021. Alasannya, agar tidak ada kerumunan warga di tempat pemakaman. Namun, di sisi lain, tempat wisata tetap dibuka dengan dalih akan mengutamakan protokol kesehatan.
"Saya terus terang bingung dengan kebijakan ini. Tempat wisata dibuka tetapi ziarah kubur justru dilarang," ungkap Dedi seperti dikutip dari kantor berita ANTARA pada Jumat (14/5/2021).
Padahal, menurut Dedi, risiko berkerumun yang terjadi di tempat pemakaman dan tempat wisata sama saja. Bahkan, yang lebih tinggi potensinya menimbulkan klaster penularan COVID-19 adalah tempat wisata.
"Dari pengalaman saya, belum pernah melihat orang berdesakan antre masuk area pemakaman untuk ziarah," kata dia.
Ia pun mempertanyakan bukankah ziarah ke pemakaman juga bisa dianggap sebagai wisata religi. Sebab, selama ini aktivitas itu erat kaitannya dengan wisata religi.
"Kan kalau tempat wisata dibuka dalam rangka peningkatan ekonomi, ziarah kubur pun bisa masuk kategori itu. Pasalnya selama ini di pemakaman juga terjadi perputaran ekonomi masyarakat, mulai dari penjual bunga hingga makanan," tutur dia lagi.
Selama dua hari Idul Fitri, salah satu tempat yang ramai dikunjungi oleh publik adalah Ancol, Jakarta Utara. Berapa banyak jumlah warga yang datang ke sana?