Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20250915-WA0010.jpg
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf. (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Pembiayaan kesehatan masih jadi persoalan serius

  • LPDP masih belum merata, masih banyak dirasakan ASN

  • Prabowo minta uang sitaan korupsi dipakai buat LPDP

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf mengusulkan, uang hasil sitaan kasus korupsi jangan hanya dialokasikan untuk program pendidikan seperti Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), tapi juga untuk sektor kesehatan. Dua sektor ini adalah kebutuhan dasar masyarakat yang masih membutuhkan perhatian pembiayaan negara.

Dede juga mendukung agar pemerintah tidak mengalokasikan uang sitaan kasus korupsi itu untuk kegiatan ekstraktif, seperti tambang.

“Saya sangat sepakat, saya setuju sekali apabila hasil uang korupsi itu jangan sampai dibalikin lagi jadi urusan tambang, tapi pendidikan dan kesehatan. Itu yang paling attach dengan masyarakat,” kata Dede di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/10/2025).

1. Pembiayaan kesehatan masih jadi persoalan serius

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf minta pemerintah carikan solusi bagi CPNS yang resign dari perusahaan sebelumnya. (IDN Times/Amir Faisol)

Menurut Dede, pembiayaan pada program kesehatan untuk masyarakat masih menjadi persoalan yang belum tertangani sepenuhnya.

"Banyak sekali masyarakat yang saat ini punya masalah untuk pembiayaan kesehatan. Jadi saya pikir, selain pendidikan, sektor kesehatan juga perlu mendapat perhatian,” kata Dede.

Meski begitu, ia menegaskan, langkah Prabowo ingin memanfaatkan uang sitaan kasus korupsi ke LPDP sudah tepat.

2. LPDP masih belum merata, masih banyak dirasakan ASN

Politikus Partai Demokrat, Dede Yusuf (IDN Times/Amir Faisol)

Kendati demikian, dia menyampaikan, manfaat LPDP sejauh ini lebih banyak dirasakan oleh aparatur sipil negara (ASN) yang ingin melanjutkan studi S2 dan S3, sementara akses pendidikan tinggi bagi masyarakat umum masih terbatas.

“Anggaran untuk beasiswa mahasiswa yang namanya KIP itu hanya sekitar Rp19 triliun, dan itu baru bisa menjangkau sekitar 2 juta mahasiswa. Padahal angka partisipasi kasar masyarakat Indonesia untuk kuliah saja baru 10 persen,” ungkap mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu.

Karena itu, Dede menekankan, dana sitaan korupsi tersebut harus bisa dimanfaatkan untuk memperluas akses pendidikan tinggi. Dengan begitu, angka partisipasi masyarakat dalam pendidikan, terutama untuk mengakses perguruan tinggi akan meningkat.

“Kalau ini bisa kita dorong, berarti harus lebih banyak beasiswa dan pembiayaan dari negara kepada kampus-kampus,” kata dia.

3. Prabowo minta uang sitaan korupsi dipakai buat LPDP

Presiden Prabowo Subianto memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan sejumlah instruksi kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10).

Salah satu instruksi tersebut adalah agar dana Rp 13 triliun yang dikembalikan kepada negara dari kasus korupsi minyak sawit dialokasikan untuk LPDP. Dana itu diharapkan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan riset hingga pemberian beasiswa bagi anak bangsa.

“Mungkin yang Rp13 triliun disumbangkan atau diambil oleh Jaksa Agung, hari ini diserahkan Menteri Keuangan. Mungkin sebagian bisa kita taruh di LPDP untuk masa depan,” kata dia.

Adapun, dana Rp13 triliun itu baru saja diserahkan Kejaksaan Agung kepada negara dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO). Total nilai uang pengganti yang seharusnya disita mencapai Rp17,7 triliun, namun baru Rp13,2 triliun yang berhasil dikembalikan ke kas negara.

Dalam putusan kasasi Mahkamah Agung, tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Musim Mas, dan PT Nagamas Palmoil Lestari dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar uang pengganti dengan total lebih dari Rp17 triliun.

“Hari ini kami serahkan Rp13,225 triliun karena yang Rp4,4 (triliun)-nya diminta Musim Mas dan Permata Hijau. Mereka meminta penundaan,” ujar Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Editorial Team