Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Angka Kematian dan Kesembuhan COVID-19 Sama-Sama Naik, Ini Kata Satgas

Suasana pemakaman pasien COVID-19 di TPU Rorotan, Jakarta Utara, Jumat (9/7/2021). (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Satuan Penanganan Tugas COVID-19 menyatakan dalam satu pekan terakhir angka kematian di 33 provinsi di Indonesia mengalami kenaikan. Hanya satu provinsi yang mengalami penurunan kematian yaitu di Kalimantan Tengah. Angka kematiannya dari semula 2,91 persen menjadi 2,88 persen. 

Tetapi, uniknya pemerintah justru menurunkan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa-Bali menjadi ke tingkat tiga. Padahal, angka kematian tertinggi masih ditemukan di Jawa dan Bali. 

Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan, ada lima provinsi yang memiliki angka kematian tertinggi yaitu Jawa Tengah (naik 0,32 persen), Lampung (naik 0,3 persen), Gorontalo (naik 0,3 persen), Bali (naik 0,24 persen) dan Bengkulu (naik 0,17 persen).

"Hal ini menandakan secara umum problematika kematian nasional akibat pandemik COVID-19 masih menjadi tantangan yang belum terselesaikan," ungkap Wiku ketika memberikan keterangan pers perkembangan kasus COVID-19 secara daring, Selasa (24/8/2021). 

Dalam jumpa pers itu, Wiku bahkan mengakui ada fenomena yang tidak biasa di Tanah Air, yakni angka kematian dan kesembuhan sama-sama meningkat. Idealnya ketika kasus kesembuhan naik, maka angka kematian akan turun. Sebaliknya, bila angka kesembuhan menurun maka otomatis angka kematian akan naik. 

"Yang saat ini terjadi, kedua indikator (angka kematian dan kesembuhan) justru sama-sama mengalami kenaikan," tutur dia. 

Apa penyebab kasus kematian tetap tinggi pada saat angka kesembuhan juga meningkat?

1. Pemerintah menduga angka kematian COVID-19 masih tinggi karena warga lebih pilih isoman di rumah

Ilustrasi jenazah pasien COVID-19 (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Menurut Wiku, angka kematian akibat COVID-19 tinggi diduga disebabkan warga belum memanfaatkan secara optimal fasilitas isolasi mandiri terpusat. Sebagian besar masih memilih melakukan isolasi mandiri di rumah. 

"Bisa jadi juga warga yang terkena COVID-19 tetapi tidak memperoleh penanganan yang cepat," ujar dia. 

Ia pun mendorong kepada pemda yang masih mencatat angka kematian warganya yang tinggi akibat COVID-19, agar segera memperbaiki penanganan pandemik. Wiku menekankan perbaikan penanganan di lima provinsi yang pada pekan terakhir mengalami kenaikan angka kematian. 

"Adapun yang dapat dilakukan yakni membaca data COVID-19 di wilayah masing-masing agar dapat mengantisipasi gejala perkembangan yang terjadi, dan dapat langsung bergerak cepat. Pemda juga bisa memperkuat posko di tingkat desa atau kelurahan agar bisa menangani warga yang tertular COVID-19 sedini mungkin dan memindahkan warga ke fasilitas isoter," tutur dia. 

Wiku juga menyarankan bagi rumah sakit untuk mengubah tempat tidur bagi pasien COVID-19 dan memperketat pengawasan protokol kesehatan. 

2. Angka kematian yang dilaporkan masih belum sesuai dengan kondisi di lapangan

Juru bicara vaksin dari Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi (Tangkapan layar YouTube Kemenkes)

Wiku juga mengklaim angka kematian telah kembali dimasukan sebagai salah satu indikator penentuan level dalam PPKM. Sekadar pengingat, pemerintah sempat menghapus angka kematian sementara waktu untuk perbaikan data, lantaran data pemerintah daerah dengan pusat tidak sinkron, khususnya menyangkut angka kematian. 

Wiku mendorong agar pemerintah daerah terus berupaya sinkronisasi data dengan informasi milik Kementerian Kesehatan, yakni melalui aplikasi NAR (New All Record).

"Dengan begitu data yang diperoleh dapat lebih akurat dan kebijakan yang dihasilkan menjadi lebih tepat sasaran," kata dia. 

Namun, ketika dikonfirmasi kepada Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, angka kematian yang dilaporkan masih belum sinkron atau real time.

"Masih ada angka rapelan lewat laporan NAR kita," ujar Nadia kepada IDN Times melalui pesan pendek malam ini. 

"Masih ada 17 persen data lainnya yang dalam proses perbaikan," sambung Nadia. 

3. Sebanyak 51 kabupaten di Pulau Jawa dan Bali turun dari level empat ke level tiga selama PPKM

Suasana Jakarta sekitar MH Thamrin saat PPKM Darurat pada Minggu (4/7/2021). (IDN Times/Sachril Agustin Berutu)

Meski angka kematian masih tinggi, tetapi pemerintah memutuskan menurunkan level PPKM di wilayah aglomerasi Jadebotabek. Presiden Joko "Jokowi" Widodo ketika memberikan keterangan pers pada Senin, 23 Agustus 2021, mengumumkan ada 51 kabupaten di Pulau Jawa dan Bali serta 104 kabupaten di luar Jawa-Bali, turun dari level empat ke level tiga.

 "Level 4 dari 11 provinsi menjadi 7 provinsi. Level 4 dari 132 kabupaten/kota menjadi 104 kabupaten/kota. Level 3 dari 215 kabupaten/kota menjadi 234 kabupaten/kota. Level 2 dari 39 kabupaten/kota menjadi 48 kabupaten/kota," kata Jokowi yang disiarkan dari YouTube Sekretariat Presiden. 

Jokowi tidak memaparkan semua daftar daerah-daerah yang turun level tersebut. Ia hanya menyebut beberapa daerah yang turun level yakni wilayah aglomerasi Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek), Bandung Raya, dan Surabaya Raya.

Sedangkan, wilayah aglomerasi Bandung Raya, yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Sementara Surabaya Raya adalah Surabaya, Gresik, Lamongan, Bangkalan, Mojokerto, Sidoarjo.

Tetapi, wilayah Yogyakarta hingga Bali masih berada di level 4. Jokowi mengimbau kepada Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan agar segera mengecek dan mengintervensi di daerah yang angka kematiannya masih tinggi. 

Menko Luhut juga meminta agar warga bersedia menjalani isoman di fasilitas isolasi mandiri terpusat. "Pemerintah terus mengimbau dan mengajak masyarakat yang terkonfirmasi positif COVID-19 agar dapat segera masuk ke dalam pusat-pusat isolasi yang telah disediakan. (Di sana) tersedia jaminan obat-obatan, tenaga kesehatan, dan makanan," kata Luhut ketika memberikan keterangan pers kemarin. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us