Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Para pemohon merasa mengalami kerugian secara konstitusional, karena tidak adanya kepastian hukum dalam aturan tersebut. Mereka secara khusus menyoroti berbagai masalah hukum yang menimpa sejumlah musisi terkait izin membawakan lagu dari pihak pencipta hingga royalti.
"Bahwa para pemohon sebagai pelaku pertunjukan berpotensi mengalami masalah hukum serupa seperti yang dialami grup band The Groove, Sammy Simorangkir, dan Agnezmo yang harus meminta izin secara langsung dan membayar royalti yang tidak berdasarkan pada ketentuan yang berlaku. Hal ini menjadi isu hukum dalam praktik penggunaan karya cipta mengingat ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta kerap digunakan oleh pihak-pihak lain dengan penafsiran yang berbeda, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dalam praktiknya," demikian kutipan dalam permohonan tersebut.
Oleh sebab itu, untuk menjamin perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diamanatkan Pasal 280 ayat (1) UUD 1945, serta menjamin hak atas rasa aman dan perlindungan yang merupakan hak asasi sebagaimana diamanatkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, maka para pemohon menyampaikan sejumlah petitum kepada MK antaralain:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) yang diajukan Para Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) konstitusional sepanjang dimaknai bahwa penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut;
3. Menyatakan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) konstitusional sepanjang frasa "Setiap Orang" dimaknai sebagai "Orang atau badan hukum sebagai Penyelenggara Acara Pertunjukan" kecuali apabila diperjanjikan berbeda oleh pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti, dan sepanjang dimaknai bahwa pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya penggunaan komersial suatu ciptaan dalam suatu pertunjukan;
4. Menyatakan Pasal 81 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) konstitusional, sepanjang dimaknai untuk Penggunaan Secara Komersial dalam suatu Pertunjukan tidak diperlukan lisensi dari Pencipta dengan kewajiban untuk membayar royalti untuk Pencipta melalui LMK;
5. Menyatakan Pasal 87 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) konstitusional, sepanjang tidak dimaknai bahwa Pencipta, Pemegang Hak Cipta ataupun Pemilik Hak Terkait juga dapat melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara non-kolektif dan/atau memungut secara diskriminatif;
6. Menyatakan bahwa ketentuan huruf f dalam Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum;
7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.