Jakarta, IDN Times - Militerisasi yang semakin menguat di ruang-ruang sipil dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadi benang merah dalam 13 judul tulisan Jurnal Prisma yang diluncurkan di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).
Analisis yang dimuat di Jurnal Prisma merupakan hasil kolaborasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) dengan lembaga think tank LAB 45. Mereka menggandeng 27 tokoh untuk menulis dan diwawancarai mengenai pandangannya terkait relasi militer dan sipil, khususnya usai Undang-Undang TNI direvisi.
Pemimpin umum Jurnal Prisma, Rustam Ibrahim, mengatakan di negara demokrasi baru, perkembangan hubungan sipil-militer merupakan salah satu faktor berpengaruh terhadap kualitas demokrasi. Apakah demokrasi akan terkonsolidasi menjadi ajeg dan stabil, masih rawan, atau bahkan menunjukkan kemunduran.
"Maka, tantangan pemerintah dan masyarakat sipil adalah menata kembali hubungan sipil-militer, mengembalikan militer kepada fungsinya sebagai alat pertahanan negara yang tunduk pada kontrol pemerintahan sipil," ujar Rustam, mengutip Jurnal Prisma.
Indonesia, kata Rustam, berhasil membuat reformasi militer dan menghapus dwifungsi ABRI pada 1998. Lalu, kontrol demokratis terhadap militer diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai TNI. Tetapi hubungan militer-sipil mengalami arus balik ketika undang-undang baru TNI, UU Nomor 3 Tahun 2025 disahkan.
"Revisi undang-undang itu disusun tanpa partisipasi aktif masyarakat sipil," katanya.